Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Efek Kebanyakan Pikiran

24 Januari 2021   08:33 Diperbarui: 24 Januari 2021   09:05 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Shutterstock dipublikasikan kompas.com

Ini hanya tulisan untuk berbagi saja. Semoga bermanfaat saudara-saudara.

Berpikir itu perlu, bahkan harus. Tapi kebanyakan pikiran bisa memberi efek buruk. Efek yang tak baik juga. Pengalaman ini saya alami di tahun 2007.

Saat itu, saya sedang ada pikiran. Saya lupa berpikir satu hal yang dalam atau berpikir banyak hal. Intinya lagi mikir. Saat itu saya bersama teman ada di gedung Departemen Hukum dan HAM yang kini namanya berubah jadi Kementerian Hukum dan HAM.

Gedung Departeman Hukum dan HAM ini dulu ada di Kuningan, Jakarta Selatan. Saya tak tahu apakah sekarang sudah pindah atau masih ada di situ. Mungkin masih ada di situ. Saat itu kira-kira sudah pukul 16.00 WIB. Saya ada di lantai dua bersama teman. Lalu saya memutuskan untuk pulang ke kost yang ada di Jakarta Pusat atau ke arah utara.

Teman saya bilang ingin nebeng numpang kendaraan roda dua yang saya miliki. Si teman ini ada urusan ke gedung KPK. Dulu gedung KPK ada di sebelah utara Departemen Hukum dan HAM dan berhadapan dengan Departemen Koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM). Sekarang saya tak paham apakah gedung KPK masih di situ atau sudah dipindah.

Lalu saya turun dari lantai dua gedung Departemen Hukum dan HAM. Saya ambil motor dari parkiran. Si teman menyusul saya dari belakang dengan menenteng helm. Saya memang lagi ada yang dipikirkan kala itu.

Kemudian saya melaju ke utara. Tentu saja setelah di depan gedung KPK, saya berhenti. Saya mempersilakan teman saya untuk turun karena dia memang nebeng sampai gedung KPK.

Ternyata eh ternyata, ketika berhenti saya kaget. Setelah saya menolah, ternyata teman saya tidak ada di jok motor bagian belakang. Saya bingung, jangan-jangan dia jatuh dan saya tak sadar. Lalu langsung saja saya telepon.

"Pak kamu dimana?" Tanya saya.

"Wah kacau kamu. Kan aku belum nebeng, kenapa kamu tadi melaju," kata teman saya mungkin emosi. Dia juga bilang akhirnya dia naik kopaja P19.

Esok harinya kami kembali bertemu. Saya kembali minta maaf, merasa tidak enak sekali. Si teman pun bercerita bahwa dia kala sore itu sudah dekat ke motor saya. Namun, dia kaget motor saya melaju. "Aku teriak-teriak manggil kamu, tapi kamunya ngga dengar," kata si teman pada saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun