Saat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, pernyataan Susi Pudjiastuti yang paling dikenal adalah "tenggelamkan". Kini, setelah tak lagi menjabat menteri, pernyataan itu jelas sudah jarang terdengar. Namun, di sisi lain, melalui pinggiran, Bu Susi menolak tenggelam.
Dia tak mau pergi dari hiruk pikuk cerita yang didalaminya selama lima tahun menjadi menteri. Bu Susi masih terus berteriak pada kebijakan Menteri Kelauatan dan Perikanan yang baru, yang dia nilai bermasalah.
Misalnya, Bu Susi tak henti-hentinya berteriak soal pelegakan benih lobster untuk diekspor. Dia menilai bahwa ekspor benih lobster bisa menghabisi lobster yang ada di Indonesia. Selain itu, justru akan menguntungkan Vietnam. Sebab, Vietnam akan membesarkan benih lobster dari Indonesia dan menjualnya dengan harga yang lebih mahal.
Tak hanya itu, Bu Susi juga teriak soal diperbolehkannya eks kapal asing dan pencabutan ketentuan pembatasan ukuran kapal. Melalui twitternya, Bu Susi menilai bahwa kebijakan itu akan membuat membuat ikan ikan laut di Indonesia habis dikeruk. Tentu akan sangat menyedihkan bagi dunia kelautan kita.
Teriakan Bu Susi sampai saat ini tentu tak mengubah kebijakan. Sebab, dia memang bukan lagi menteri. Di sisi lain, pemerintah tetap keukeuh dengan kebijakannya soal lobster dan ukuran kapal. Sekalipun tak menghasilan di sisi kebijakan, apa yang dilakukan Bu Susi  telah memberi pandangan lain.
Pernyataan Bu Susi soal lobster membuka mata kita tentang pentingnya strategi. Pernyataan Bu Susi tentang potensi dikeruknya ikan di laut juga membelalakkan mata kita soal potensi kita kalah di kandang sendiri. Ini adalah wacana yang bermanfaat bagi kita semua. Kelak, jika ada anak cucu kita yang jadi Menteri Kelautan dan Perikanan, maka wacana Bu Susi ini bisa dipertimbangkan.
Kini, Bu Susi tak hanya teriak soal ikan dan laut. Dia mulai merambah ke masalah lain. Bu Susi membagikan soal berita pernyataan PBNU dan PP Muhammadiyah tentang masukan penundaan pilkada. Dua organisasi kemasyarakatan keagamaan Islam itu menilai bahwa pilkada di masa pandemi hanya akan membuat Covid-19 merajalela.
Bu Susi sepertinya ingin mengatakan bahwa dia ada di barisan yang meminta pilkada ditunda. Bu Susi juga memberi apresiasi pada Rizal Ramli soal gugatan ambang batas pengajuan calon Presiden. Bu Susi juga memberi apresiasi pada Bakamla dan TNI AL yang mampu memukul mundur kapal China di Laut China Selatan.
Suara dari tepian, yang disuarakan oleh orang bepengalaman harus didengarkan, baik oleh pemerintah atau kita semua. Suara dari tepian, yakni mereka yang kompeten akan membuat kita paham bahwa pemerintah bisa saja salah karena pemerintah adalah manusia. Suara dari tepian memberikan kita pandangan bahwa dunia itu tidak satu jalur.
Tapi, tentu saja suara dari tepian yang objektif. Suara dari tepian yang melihat realita dengan jujur. Bukan suara tepian kelompok olah vokal yang terkesan sakit hati, atau kelompok vokal yang terkesan mencari jabatan. Â Eh, Bu Susi bukan kelompok sakit hati dan pencari jabatan kan? (*)