Bagi saya, perpeloncoan di lingkungan kampus, pada mahasiswa baru adalah bentuk gila hormat. Di sisi lain, perpeloncoan akan memunculkan efek buruk yang beranak pinak.
Sebelum jauh membahas, saya akan mengungkapkan arti kata pelonco dalam kamus besar bahasa Indonesia. Pelonco dimaknai sebagai pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dengan mengendapkan atau mengikir tata pikiran yang dimiliki sebelumnya. Ada juga dimaknai sebagai penggundulan rambut. Dalam tulisan ini, maka yang terkait adalah makna yang pertama
Kemudian, memelonco dimaknai  sebagai menjadikan seseorang tabah dan terlatih serta mengenal dan menghayati situasi di lingkungan baru dengan penggemblengan. Itu adalah dua arti pelonco dan memelonco dalam kamus besar bahasa Indonesia.
Pada faktanya, makna pelonco kemudian dimaknai miring. Makna pelonco kemudian dimaknai negatif. Hal itulah yang memang menggejala di lingkungan kita. Nah, saya akan memakai kata pelonco dalam tulisan ini dengan konteks negatif seperti dimaknai banyak orang.
Tulisan saya ini ruang lingkupnya hanya untuk kampus masyarakat sipil. Bukan kampus atau dunia pendidikan militer. Bukan pula akademi untuk keolahragaan seperti sepak bola, karate, dan lainnya. Â
Gila Hormat
Bagi saya perpeloncoan bisa dimaknai sebagai "para senior ingin dihormati". Senior ingin dihormati dengan cara ditakuti. Mungkin alam bawah sadar para senior menilai bahwa ditakuti sama dengan dihormati. Mungkin seperti itu. Ketika senior ditakuti, maka junior akan segan dengan senior dan senior akan lebih dihormati.
Nah, cara menakuti untuk membuat junior segan salah satunya dengan cara membentak-bentak. Asumsinya, semakin keras bentakannya, semakin bisa membuat junior ciut nyalinya. Semakin, ciut nyali junior, maka semakin dihormati pula senior. Kalau dihormati, ada kemungkinan senior memiliki kuasa atas junior. Bisa menyuruh-nyuruh dan sebagainya.
Maka, cara-cara seperti ini adalah cara pola pikir komando. Artinya, junior harus patuh pada perintah senior. Dalam konteks masyarakat biasa, hal ini tak akan menumbuhkan sikap kritis. Tentu tak baik. Sangat tak baik.
Efek Buruk
Perpeloncoan di dunia akademis masyaraka sipil, bisa berefek buruk. Ini seperti kekerasan yang dialami anak kecil. Anak kecil ketika kecil mendapatkan kekerasan, maka ketika dewasa ada kemungkinan dia akan melakukan kekerasan juga pada anak kecil.
Nah, para junior yang dipelonco ini akan melakukan hal yang sama ketika dia menjadi senor. Istilahnya, balas dendam. Balas dendam itu beranak pinak tak akan selesai. Itu akan membahayakan. Karena ada budaya kekerasan pada mereka yang baru datang ke dunia akademis.
Efek buruk ini bisa menjalar di dunia kerja. Di dunia kerja, junior  bisa diperlakukan "buruk" secara berlebihan. Mereka yang merasakan perpeloncoan di dunia kampus, bisa saja beromantisme dengan melaksanakan hal serupa di dunia kerja.
Jika hal itu terus merebak, kebiasaan masyarakat adalah kebiasaan pelonco. Apa-apa yang masih kecil dipelonco. Yang masih junior dipelonco. Takutnya, kita akan memunculkan kebiasaan masyarakat pelonco. Mengerikan jika dunia akademis bisa berkontribusi untuk memunculkan masyarakat pelonco. (*)