Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Seegois Apakah Anda Saat Memberi Nama Anak?

17 Juni 2020   06:15 Diperbarui: 17 Juni 2020   18:05 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto hanya ilustrasi, sumber shutterstock dipublikasikan Kompas.com

Ini adalah sebuah cerita dari seorang teman. Cerita itu kemudian merambat ke keluarga kami. Menjadi salah satu patokan ketika memutuskan untuk memberi nama anak.

Seorang teman, dengan hasratnya telah memberi nama anaknya dengan agak unik. Saya tentu tak akan menyebutkan nama itu, untuk menjaga perasaan saja bagi temanku. Bagi temanku dan juga aku, nama unik itu sesuatu yang biasa saja.

Bagi orang dewasa kebanyakan, nama unik juga dianggap biasa. Bahkan, ada yang menjadikan nama unik itu sebagai inspirasi saat memberi nama anaknya. Sehingga, di level orang dewasa kebanyakan yang kutahu, nama memang tak terlalu dipersoalkan.

Namun, cerita orang dewasa memang beda dengan cerita anak-anak. Nah, anak temanku yang memiliki nama unik itu, ternyata malah jadi bahan ejekan bagi teman-temannya di sekolah dasar. Nama yang unik itu malah jadi bahan tertawaan.

Seperti yang kau tahu, bahwa mental dan penerimaan anak berbeda-beda. Ada yang cuek saja dengan ejekan itu. Tapi, ada juga yang tertekan dengan ejek itu. Anak temanku tertekan batinnya ketika terus diejek karena nama unik.

Akhirnya, si anak kemudian dipindahkan ke sekolah lain untuk mengurangi tekanan. Aku tak mendengar lagi cerita soal serangan terhadap si anak itu. Mungkin karena si anak sudah mulai dewasa dan orang dewasa cenderung tak mempersoalkan unik atau tidaknya sebuah nama.

Ini ada cerita lain. Dulu saat masih kecil, aku memiliki teman laki-laki. Namun, namanya lebih mirip perempuan, yakni "Juliani". Saat itu, guru kami agak kaget di hari awal sekolah kala mengabsen nama murid. "Saya pikir perempuan," kata sang guru.

Lalu, sang guru mengatakan, nama yang umum untuk laki-laki adalah Julianto, bukan Juliani. Guru itu kemudian menerka beberapa kemungkinan sampai teman kami dinamai Juliani. Kemungkinan yang saya rasa tak perlu saya tulis di sini.

Tapi, seingatku kala itu tak ada ejekan pada temanku yang bernama Juliani. Mungkin karena saat kami kecil, main kelereng, main bola, main layangan, lebih menyibukkan daripada membahas nama. Mungkin seperti itu...

Nah, kala aku dan istri memiliki anak, aku merasa memiliki nama unik. Nama yang sudah aku siapkan  pada anak lelakiku yang kini sudah besar. Kala itu, aku baru saja melewati gelombang pertama tekanan hidup yang sangat berat. Ada juga gelombang tekanan hidup kedua yang lebih berat lagi.

Nah, aku ingin memberi nama anakku "Sabrang Lelaning Dunyo". Sebuah nama Jawa yang menurutku memiliki arti, "yang bisa melewati dunia yang melenakan atau tidak terlena dengan dunia". Dunia di sini adalah sifat, bukan benda. Tentu aku ingin anakku bisa melewati buruk dunia yang bisa membikin terlena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun