Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dua Pandangan Soal Habib yang Saya Ketahui

23 Mei 2020   10:17 Diperbarui: 23 Mei 2020   10:14 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puluhan Ribu Jemaah mengantarkan jenazah Habib Mudzir ke TPU Habib Muncung Kalibata,jakarta Selatan,Senin (16/9/2013).Jalan Raya Pasar Minggu ditutup dan jalan Kalibata padat akibat banyaknya jemaah yang mengantar.(KOMPAS.COM/SONYA SUSWANTI)

Foto hanya ilustrasi. 

Tulisan ini hanya ingin memberikan pandangan dari yang saya ketahui tentang habib. Pengetahuan ini saya dapatkan melalui pengalaman di lapangan. Saya  hanya ingin menggambarkan saja, siapa tahu bermanfaat.

Saya muslim dan dalam beberapa kesempatan, saya ikut mengaji di beberapa tempat. Saya mengaji pada guru agama yang lebih dari satu jumlahnya. Ngaji di sini adalah menelaah kitab-kitab atau buku agama klasik yang ditulis ulama terdahulu. Kitab itu berbahasa Arab dan dibacakan sang guru, kemudian sang guru menjelaskannya per kata atau kalimat.

Ada banyak kitab yang dibahas. Jadi memang mengajinya ada panduan bukunya atau kitabnya. Misalnya, pertemuan 1 sampai 20 membahas kitab X, pertemuan selanjutnya membahas kitab Y, dan seterusnya. Di sela pembahasan itu, ada guru yang mau disela. Artinya, sang murid bisa bertanya saat pembahasan dilakukan. Namun, ada juga guru yang memberi ruang pertanyaan di akhir ngaji.

Ada guru ketika ditanya mau menjawab. Kalau guru tempat saya mengaji memang mau menjawab. Tapi dari sebuah cerita, ada pula guru yang secara tak langsung meminta muridnya tak bertanya. Sebab, jika semakin sering mengaji, si murid pasti tahu sendiri. Si guru ini memang memancing murid untuk rajin belajar sehingga tahu banyak hal dengan proses yang matang.

Nah, dalam beberapa kesempatan, ada pembahasan soal habib atau keturunan Rasulullah Muhammad SAW. Di sini ada dua pandangan yang muaranya sama tapi dengan cara yang berbeda. Satu guru memberikan penjelasan bahwa habib dihormati. Ada juga kitab yang jadi rujukan kenapa perlu menghormati habib.  Sang guru juga menceritakan sebuah riwayat di masa mudanya. Bahwa jika ada habib nakal pun, memang lebih diistimewakan alias tetap dihormati.

Cara menghormati ini memang saya bilang kesannya mutlak. Kalau habib ya harus dihormati. Pihak yang melakukan penghormatan seperti ini pun pernah bilang, ada dasar kitabnya. Masalahnya saya tak ingat dasar kitabnya, maklum kadang saya bukan termasuk pembelajar yang baik jadi sering lupa. Beberapa hari lalu, ketika Kompasianer Om Musa Hasyim menulis soal Habib Bahar, ditulis juga soal kawannya yang memiliki pandangan mutlak pada habib.  

Nah, memang ada kelompok yang menghormati habib atau mencintai habib dengan kesan yang mutlak. Hal itu memang ada dan faktanya seperti itu. Jika ada yang bertanya kenapa habib memiliki jemaah yang banyak sekalipun dia kontroversial, maka saya menduga karena pemahaman menghormati habib yang kesannya mutlak.

Guru saya lainnya juga menjelaskan soal menghormati habib. Namun, guru ini memberi pandangan yang berbeda. Dia mengatakan, jika habib melakukan kesalahan maka jangan dibiarkan. Jadi kalau dibiarkan, kita malah tak sayang pada mereka karena membiarkan mereka melakukan kesalahan. Muaranya tetap menghormati habib, tapi jika salah maka habibnya diberi pemahaman dengan cara terbaik.

Dasarnya adalah kalau kita sayang dengan orang, kita tentu tak ingin orang tersebut terjerumus. Maka jika salah jalan, diberi tahu dan pemahaman agar tak salah jalan. Dua pandangan itu ujungnya sama, yakni penghormatan namun dengan cara yang berbeda. Yang satu menghormati dengan kesan mutlak dan yang lainnya menghormati juga dengan mengingatkan.

Tulisan ini hanya memberikan pandangan atas habib yang saya ketahui. Hanya sekadar berbagi di tengah ramainya kembali pemberitaan tentang habib. Beberapa waktu lalu Habib Bahar dan baru-baru ini Habib Umar Assegaf. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun