Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Benci Seseorang, Lihatlah Potret dengan Anaknya

4 Mei 2020   06:04 Diperbarui: 4 Mei 2020   06:42 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bapak dan anak. Shutterstock dipublikasikan Kompas.com

Kebencian saya pada seseorang mendadak berhenti. Ketika melihat sisi manusiawi orang itu.

Pernahkah benci dengan seseorang? Mungkin jawabannya pernah. Karena apa? Mungkin beragam jawabannya. Ada yang benci karena sering ditipu.

Ada yang benci karena merasa selalu dimanfaatkan. Ada yang benci karena dibodohi. Bahkan  akhir-akhir ini, ada yang benci hanya karena pilihan ideologi atau pilihan politik praktis.

Sampai taraf mana kebenciannya? Jawabannya mungkin bertingkat. Level kebencian yang rendah ya hanya benci saja, tapi masih mau bicara panjang lebar. Level yang rendah itu saya namai saja level 1.

Level 2 adalah level di tengah yakni benci dan ngobrol sesedikit mungkin dengan yang dibenci. Level kebencian 3 adalah benci dan tak mau bicara dengan yang dibenci.

Level 4 adalah benci, tak mau bicara, dan menjelek-jelekkan yang dibenci di mana saja. Level 5 adalah benci, menjelek-jelekkan, dan kalau bertemu selalu adu mulut.

Level 6 yang paling parah, yakni benci, menjelek-jelekkan, dan kalau bertemu berkelahi. Itu level yang paling tinggi, level 6. Itu menurut pendapat saya pribadi.

Ada dua bahasan yang ingin saya tulis. Pertama adalah mengerem kebencian dan kedua adalah kebencian dan kasih sayang.

Pertama soal mengerem kebencian. Saya pernah benci dengan seseorang. Tapi kebencian pada orang di dunia maya, bukan di dunia nyata. Ada seorang kawan yang baru saya kenal, sukanya menyalahkan pihak lain yang berbeda haluan dengannya.

Soal apa saja. Dari soal politik sampai soal agama. Bahkan politik dicampur agama dan jadi alat kebencian. Siapa saja yang terdeteksi berbeda dengan dirinya divonis dengan bahasa yang buruk.

Saya tak pernah habis pikir bagaimana orang bisa sebegitu fanatik dan menyalahkan yang lain. Kalau hanya fanatik, saya pikir tak masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun