Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari FOMO ke JOMO: Bagaimana Masyarakat Indonesia Beralih Menikmati Kehidupan Tanpa Tekanan Sosial?

18 September 2024   22:00 Diperbarui: 18 September 2024   22:24 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Dalam beberapa tahun terakhir, ada sebuah fenomena menarik yang berkembang di kalangan masyarakat Indonesia, yaitu transisi dari FOMO (Fear of Missing Out) ke JOMO (Joy of Missing Out). FOMO menggambarkan ketakutan seseorang akan ketinggalan tren atau momen penting dalam kehidupan sosial. Namun, semakin banyak orang yang kini beralih menikmati JOMO---yakni kesenangan untuk tidak selalu terlibat dalam hiruk-pikuk sosial dan lebih memilih menikmati momen dalam kesendirian atau ketenangan.

Apa Itu FOMO?

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

FOMO, atau ketakutan akan ketinggalan, diperkuat oleh media sosial yang memamerkan momen-momen istimewa dari kehidupan orang lain. Menurut Jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, FOMO mendorong individu untuk merasa cemas jika tidak mengikuti apa yang sedang tren atau tidak hadir di suatu acara yang populer di kalangan teman-temannya. Pada akhirnya, FOMO bisa menyebabkan stres, kecemasan, dan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri.

Sebagai contoh, banyak orang merasa wajib untuk selalu mengikuti acara-acara sosial, memposting setiap momen hidup di media sosial, atau merespons semua undangan hanya demi "terlihat hadir" di dunia maya. Fenomena ini mendorong kita untuk terus berkompetisi secara sosial, tanpa memberi ruang untuk refleksi diri.

JOMO: Kesenangan dalam Ketidakhadiran

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Sebaliknya, JOMO mengajak kita untuk bersenang-senang dengan melewatkan hal-hal yang tidak benar-benar penting. Bukan berarti kita menghindar dari kehidupan sosial, tetapi kita memilih untuk menikmati waktu kita sendiri tanpa tekanan. Jurnal of Happiness Studies menunjukkan bahwa JOMO meningkatkan kepuasan hidup dengan membebaskan individu dari keharusan mengikuti tren dan fokus pada hal-hal yang benar-benar berarti bagi mereka.

Banyak orang kini lebih memilih untuk offline, menikmati buku, berolahraga, atau sekadar bersantai tanpa merasa perlu memamerkan aktivitas tersebut di media sosial. JOMO adalah kebalikan dari keharusan selalu terlibat. Ini adalah kesadaran untuk memilih momen berharga dalam hidup, bukan sekadar berusaha terlihat relevan.

Mengapa Masyarakat Indonesia Beralih ke JOMO?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun