Mohon tunggu...
Im human
Im human Mohon Tunggu... Lainnya - beginner

Hanya menulis yang telah terjadi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sistem Kasta dan Kedudukan Wanita di Era Majapahit

4 Desember 2021   12:02 Diperbarui: 4 Desember 2021   12:08 2682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kasta berarti golongan (tingkat atau derajat) manusia dalam masyarakat beragama Hindu. Jika diartikan dalam pengertian umum, Kasta merupakan hierarki sosial yang digunakan sebagai pembeda masyarakat berdasarkan karma yang artinya kerja dan dharma yang artinya tugas. Intinya Kasta merupakan sistem pembedaan masyarakat berdasarkan garis keturunan ataupun pekerjaan dimulai dari yang teratas hingga yang paling bawah. 

Masyarakat Indonesia sudah tidak asing dengan hal tersebut, jika mendengar kata Kasta sudah pasti berhubungan dengan Agama Hindu karena agama inilah yang masih melekat pada segi penerapannya sampai sekarang. Sistem ini sudah tercatat dalam kitab Manusmerti yang menjadi dasar hukum Agama Hindu sejak ribuan tahun lalu.

Majapahit sebagai Kerajaan Hindu penguasa sebagian besar wilayah Nusantara tentunya turut menegakkan berbagai aturan kehidupan yang baik sesuai pedoman Agama demi kelangsungan masyarakat yang damai. Kasta sosial pada masa Kerajaan Majapahit tidak berbeda dengan Kasta atau kelas sosial masyarakat Hindu yang kita ketahui selama ini. 

Ada empat tingkatan kelas sosial masyarakat Hindu diantaranya Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Kelas sosial Brahmana sebagai yang tertinggi diisi oleh kaum Agamawan serta cendikiawan. Bisa dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada para Dewa. Golongan Brahmana tidak menyukai apapun yang berhubungan dengan kekerasan dan umumnya tidak mengkonsumsi makhluk bernyawa maka dari itu mereka adalah seorang vegetarian. 

Selanjutnya yaitu Ksatria, Kasta yang tingkatannya berada dibawah Brahmana ini berisi para Raja, tentara, Bangsawan, Aristokrat dan orang pemerintah lainnya. Mereka bertugas menjalankan roda pemerintahan dan mengayomi seluruh masyarakat. Kemudian ada Waisya, yaitu Kasta tingkat ketiga yang berisi orang-orang berprofesi pedagang, peternak, petani, pengrajin, penambang, dan nelayan. Golongan ini memiliki tanggung jawab menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi agar terciptanya kehidupan yang makmur dan sejahtera.

Yang terakhir adalah Sudra, Sudra ada golongan Masyarakat yang mata pencahariannya lebih mengandalkan kekuatan jasmani, kepatuhan, dan ketekunannya. Golongan masyarakat ini diisi oleh mereka yang bekerja sebagai budak atau hamba sahaya. Selain itu mereka yang menjadi pemulung dan pengemis turut termasuk dalam golongan Sudra. Kehidupan Orang Kasta Sudra sangat bergantung kepada tiga Kasta diatasnya. 

Namun di era Majapahit terdapat tiga Kasta sosial yang berada di bawah empat Kasta resmi diantaranya Candala, Mleccha dan Tuccha. Dikutip dari Teguh Panji, Untuk strata sosial Candala dihuni oleh mereka yang merupakan keturunan dari hasil perkawinan silang antara laki-laki dari Kasta Sudra dengan perempuan dari tiga Kasta (Brahmana, Ksatria, Waisya), hal ini menyebabkan hierarki sosial mereka lebih rendah dibandingkan strata sosial sang ayah. kedua yaitu Strata Mleccha yang diisi oleh orang-orang pendatang dari luar Majapahit, biasanya mereka datang untuk keperluan perdagangan dan perniagaan. pendatang tersebut bisa berasal dari India, Arab, Tiongkok, Siam, Persia dan dan sebagainya yang tidak menganut agama Hindu. Sedangkan Strata Tuccha berisi mereka yang dinilai sangat merugikan masyarakat lain atau seorang Kriminal seperti perampok, pencuri, pemabuk dan penjahat sejenisnya. Jika orang yang berada di Kasta Tuccha tertangkap mereka akan diadili dan dihukum mati oleh raja karena telah melakukan tatayi atau kejahatan.

Mengenai kedudukan Wanita, di samping mereka yang berada di kelas atas kaum wanita memiliki status yang lebih rendah dibandingkan kaum laki-laki. Fakta tersebut dapat dilihat bagaimana mereka harus melayani seorang suami namun sang suami memperlakukan mereka layaknya seorang budak. Kaum wanita tidak diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu yang menurut mereka nyaman dan tidak diperkenankan untuk ikut campur dalam urusan laki-laki. Selain itu di Majapahit ada undang-undang yang berisi aturan wanita yang sudah menikah agar tidak berbicara dengan laki-laki yang bukan suaminya ataupun keluarganya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun