Mohon tunggu...
INA X THE JOURNALISM
INA X THE JOURNALISM Mohon Tunggu... The Journalism

Bacalah bukan hindarilah!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pendidikan dinomer-duakan

14 Februari 2025   05:40 Diperbarui: 14 Februari 2025   05:40 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Journalism 2025 Ilustrasi perguruan tinggi, ilustrasi beasiswa, ilustrasi dunia akademik(Shutterstock)

Buku "Aksi Massa" karya Tan Malaka, sudah memberi gambaran bahwa sesungguhnya pendidikan itu bisa menjadi pedang bagi suatu pemerintahan itu sendiri. Bagaimana mungkin kala itu Tan Malaka mengulas suatu negara yang bernama India, yang kala itu berada pada jeratan kolonial Inggris. Inggris memberi skala sekolah standart Eropa di India waktu itu, yang dimana India masih belum diuntungkan dalam skala akses pendidikan dan Inggris memberi itu. Tak lama kemudian masyarakat India bertambah secara kecerdasan intelektual dan birokrasi Inggris tidak dapat menampungnya, hingga banyaknya kemunculan pemuda-pemuda yang kelak menjadi pemimpin gerakan ekstrimis kemerdekaan. mereka melihat yang secara situasi dan kondisi di India sangat terancam, yang dengan begitu Inggris secara tidak langsung membunuh dirinya sendiri secara perlahan-lahan, yang membuat gejolak aksi kian terus membesar. Atas terjadinya itu, pemerintahan Inggris mulai banyak menarik tentara hingga pemerintahannya yang ada di India untuk kembali ke Inggris.

Skala pendidikan memang penting, perut lapar harus diisi dengan makanan, tenggorokan kering harus diisi dengan minuman, otak kosong harus diisi dengan bacaan. Karena pemerintah sanggupnya memberi makanan dan minuman, maka terjadilah namanya suatu ketimpangan pada generasi muda itu sendiri. Prabowo-Gibran memberi akses pendidikan dan kesehatan di skala mendukung bukan prioritas, karena efisiensi anggaran yang dialihkan menjadi Makanan Bergizi Gratis (MBG). Segala hal sudah Prabowo-Gibran lakukan, mulai dari pemangkasan anggaran, hingga pemutusan pekerja kontrak dan honorer. Segala ambisi dikerahkan agar Prabowo-Gibran meninggalkan legacy ketika pemerintahannya telah usai.

Di satu sisi, Prabowo-Gibran harus melanjutkan legacy yang ditinggalkan oleh masa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf mengenai Ibu Kota Nusantara (IKN). Kejadian seperti ini secara tidak langsung akan menguras APBN dan hutang yang kian tambah menumpuk. Kemarahan masyarakat mulai banyak digaungkan, ketika pemerintah berani menambah staf khusus, yang kala itu desas-desus anggaran Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-K) mulai segera dipangkas. Dampak dari ambisi ini, akan banyak mahasiswa men drop-out dari kampus-kampusnya. Kekhawatiran ini bisa saja terjadi, karena imbas dari mahasiswa yang berlatar kurang mampu, yang dengan begitu mereka tidak dapat lagi melanjutkan masa kuliahnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun