Sudah menjadi tradisi bagi saya ketika momen lebaran untuk mudik ke Kota Kediri, Jawa Timur.
Uniknya, tradisi mudik tersebut baru saya lakukan pada H+5 lebaran yang bertepatan dengan momen reuni keluarga besar. Namun, momen penting ini biasanya hampir bersamaan dengan waktu saya bekerja. Alhasil, saya harus berangkat sendiri dari tempat bekerja dan tidak berbarengan dengan keluarga di Malang.
Untung saja, saya masih bisa kebagian tiket kereta api lebaran untuk bisa sampai ke kota tahu. Kebetulan, saya masih ada kegiatan di Mojokerto sehingga saya memilih untuk naik KA Commuter Line Dhoho dari sana. Jadwal perjalanan pagi hari membuat saya harus berangkat sepagi mungkin agar tidak tertinggal kereta.
Namanya berangkat pagi, tentu saya harus sarapan seadanya di Stasiun Mojokerto. Menu nasi kuning menjadi menu utama saya untuk mengganjal perut. Saya bersyukur masih bisa mendapatkan sarapan di pagi itu karena nanti saya harus menempuh perjalanan sekitar 3 jam lebih. Waktu yang menurut saya cukup lama.
Dari jadwal yang tertera di tiket, kereta api Dhoho akan tiba di Stasiun Mojokerto sekitar pukul setengah 6 pagi. Ternyata, calon penumpang yang datang sudah cukup banyak. Beberapa diantaranya bahkan datang dengan rombongan keluarga besar. Sampai-sampai, ada yang membawa serta kakek nenek dengan riuh rendah obrolan dari mereka.
Saya melihat pemandangan itu dengan senang sekaligus getir. Senang karena melihat antusias mereka untuk bisa naik kereta api. Sementara, saya harus mudik seorang diri karena tuntutan pekerjaan. Saya membayangkan betapa enaknya mereka bisa mengobrol bersama sepanjang perjalanan dan menikmati hidangan bersama. Kegiatan yang sering diidam-idamkan banyak keluarga besar kala naik kereta api saat mudik lebaran.
Tak lama, kereta pun tiba. Saya segera duduk sesuai nomor kereta. Ternyata, di sana ada seorang pria seumuran saya yang sudah naik dari Surabaya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, entah mengapa saya bisa langsung akrab dengannya. Barangkali adagium pria mudah mendapatkan teman adalah benar adanya. Termasuk, di dalam kereta api yang mengangkut kami semua.
Ia bernama Andi, seorang pekerja di salah satu perkantoran di Surabaya Barat. Lantaran kedekatan geografis dengan tempat kos saya di Surabaya, kami pun segera akrab. Ia bercerita bahwa rela naik kereta api sepagi mungkin agar bisa mendapatkan kepastian jadwal berangkat dan tiba di kota tujuan.