Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Majalah Dinding Sekolah yang Mati Suri Kala Pandemi

2 Juli 2021   09:00 Diperbarui: 2 Juli 2021   17:50 2355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Majalah dinding atau mading adalah salah satu wadah kreativitas siswa di sekolah.

Mading memuat karya siswa dan berbagai informasi penting yang ditujukan kepada para siswa. Sejak dulu kala, mading kerap menjadi salah satu pusat perhatian warga sekolah terutama siswa dalam mendapatkan informasi. Meski, kini pusat penyebaran informasi tersebut mulai tergantikan dengan aplikasi perpesanan.

Tidak sebatas itu, jika ditelisik lebih dalam, mading juga tanda eksistensi sebuah sekolah terhadap dunia literasi. Walau peran itu juga tak luput dari perpustakaan sekolah, tetapi mading masih memegang peranan penting dalam kaitannya dengan aktivitas membaca dan menulis. Sekolah yang memiliki tingkat literasi baik salah satunya ditandai dari aktivitas mading yang kontinyu.

Mading menjadi sarana siswa untuk berani menulis dan berekspresi. Ketika karya siswa tampil dalam sebuah mading, paling tidak ada rasa bangga karena ia telah menjalani seleksi. Sebuah pembelajaran yang amat penting ketika mereka dewasa nanti. Mereka belajar bagaimana tulisan mereka bisa dibaca dengan jelas dan menarik banyak kalangan untuk membacanya. Atau, jika dalam bentuk gambar, maka karya mereka pada majalan dinding adalah inisiasi dari karya hebat di masa mendatang.

Dulu, ada serial televisi yang menceritakan tim mading sebuah sekolah dasar di Jakarta. Serial bertajuk ABC dan D tersebut diperankan oleh Giovanni, Nadia Vega, dan Angel Karamoy. Keseruan mereka dalam menyusun mading sekolah bisa jadi pelajaran bahwa mading adalah sesuatu yang penting. Sesuatu yang amat bernilai dan menjadi modal sekolah tersebut mencetak lulusan yang berkualitas.


Sayangnya, tidak semua sekolah -- terutama SD -- memiliki tim mading yang baik. Mading pun kerap hanya menjadi pajangan tanpa isi atau bahkan sudah lumutan bertahun-tahun.

Saya pernah datang di sebuah SD yang isi madingnya sudah hampir 7 tahun. Barangkali, anak yang menulis mading tersebut sudah kuliah, bekerja, atau bahkan sudah menikah. Saat saya baca, mading tersebut berkisah kegiatan bersama sang mantan Kepala Sekolah yang sudah pensiun. Artinya, ketika sebuah sekolah mengalami peralihan pimpinan, bisa jadi berpengaruh juga pada eksistensi mading di sekolah tersebut.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Sekolah saya sendiri sebenarnya juga tidak terlalu update dalam mading. Namun, saya dan dua guru kelas 5 lain sudah berkomitmen untuk mengganti mading secara berkala karena kebetulan kelas kami berada di deret depan bangunan sekolah. Jika ada tamu atau pengawas yang datang, maka kelas kami akan kebagian ditinjau. Dan salah satu hal yang ditinjau adalah mading.

Untuk itulah, paling tidak dalam sebulan atau dua bulan sekali kami mengganti mading tersebut. Tiap kelas kami pilih beberapa anak yang sanggup pulang sedikit lebih siang saat hari Jumat atau Sabtu untuk menata mading. Kadang, jadwal tersebut bergiliran untuk semua siswa agar ada rasa keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun