Partisipasi aktif masyarakat tersebut akan membuat kegiatan tanggap darurat bencana ini bisa berjalan dengan baik. Warga pun akan aktif menjadi pendukung kegiatan tersebut.Â
Para pemuda dan pria dewasa misalnya akan ikut menjaga perbatasan desa dan menjaga ternak yang dilengkapi dengan HT. ibu-ibu dan para remaja wanita akan kebagian tugas dalam dapur umum dan logistik. Jadwal pun disusun sedemikian rupa sehingga tiap warga memiliki peran dan tanggung jawab yang telah disepakati.
Menurut Pak Ibnu, justru kebersamaan warga lereng Merapi ini menjadi daya tarik seluruh warga masyarakat untuk sukarela datang ke barak-barak pengungsian tanpa paksaan.Â
Bencana alam yang sebenarnya menjadi hal yang menyedihkan coba dimaknai sebagai hajatan berulang yang nantinya bisa dipetik hikmahnya dengan adanya kebersamaan.Â
Sungguh, saya cukup terharu ketika membaca paparan mengenai warga yang begitu antusias ikut serta dalam usaha pengungsian ini. Lagi-lagi, narasi engan mengungsi rasanya tidaklah tepat disematkan.
Dalam kaitannya dengan kemajuan teknologi yang terjadi saat ini, sebenarnya warga di sekitar KRB bisa mengecek posisinya jika nantinya terjadi erupsi.Â
Melalui, Google Map, kita bisa mengetahui potensi adanya awan panas, lahar panas, dan lahar dingin di sekitar tempat tinggal. Saya sendiri sempat mengecek posisi tempat tinggal saya yang berada di Kecamatan Tempel yang masih dekat dengan aliran Sungai Krasak.
Namun, tidak diketahui dengan jelas, apa maksud dari warna-warna tersebut. Apakah awan panas, lahar panas, atau lahar dingin.Â
Saya awalnya menduga jika warna kuning dalam peta tersebut adalah peta aliran lahar dingin lantaran menyusuri Sungai Krasak. Banyak warga di sekitar lereng Merapi yang juga mempertanyakan apa maksud dari warna-warna itu.
Ternyata, warna kuning menunjukkan bahwa daerah tersebut adalah wilayah KRB I memiliki potensi terlanda lahar dan banjir. Apabila terjadi letusan besar maka kawasan ini kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas, hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar).Â