Tidak hanya itu, masalah pembayaran pun juga harus diperhatikan. Biasanya, kita akan diminta membayar baru pada saat berada di rumah makan. Sopir akan menagih uang perjalanan pada kita sesuai tarif yang disepakati. Saat itu, sang sopir meminta saya membayar penuh 200 ribu rupiah. Saya sempat kaget karena saya telah memberi uang muka 100 ribu rupiah.
Masukan juga bagi pengelola travel untuk bisa fair menjalankan jasanya. Jika memang harus dipindah ke jasa travel lain, alangkah baiknya penumpang diberi tahu terlebih dahulu. Pun demikian pula dengan masalah pembayaran jika ada perubahan pengelolaan penumpang tersebut.Â
Bagi saya keterbukaan ini penting karena saat sebagai konsumen kita hanya tahu sebuah jasa travel menjalankan usahanya dan kita naik dari jasa travel tersebut. Bukan jasa travel lain.
Di akhir perjalanan, saya juga sempat diminta pindah lagi ke mobil lain agar bisa satu arah dengan penumpang lain. Yah walau memang akan memotong waktu tempuh tapi tetap saja dalam kondisi ngantuk, itu cukup melelahkan.
Meski demikian, sepertinya jasa travel akan masih menjadi pilihan saya. Sebelum kereta api menghapuskan kewajiban rapid test bagi para penumpangnya, travel akan menjadi primadona.Â
Saya hitung-hitung, biaya pengeluaran pun masih bisa ditoleransi karena kita akan dijemput dan diantar di depan tujuan kita. Tanpa perlu lagi menambah biaya transportasi lain yang biasanya kita keluarkan saat naik kereta api atau bus.