Kenapa?
Bagi saya, berbagai cara untuk memahami dan mengamalkan Pancasila seperti itu hanyalah sekadar pengamalan di permukaan. Hanya label dan bisa saja berujung pada perpecahan. Saya tidak mengatakan bahwa kegiatan semacam ini buruk. Tidak sama sekali.
Akan tetapi, lama-kelamaan, muncul sebuah pemikiran bahwa dengan melabeli diri semacam itu akan menyebabkan perbedaan tajam antara mereka yang sudah melabeli diri dan yang tidak. Saya sendiri memilih tidak melabeli saya pancasila tetapi dalam hening saya mencoba memaknai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Â Dan, bagi saya itu amat berat.
Salah satu hal terberat adalah memaknai sila keempat. Sila ini selain sulit dihafalkan, ternyata sulit juga dipraktikkan. Salah satu poin yang sulit adalah mengenai perbedaan pendapat. Sungguh, dalam beberapa hal saya tidak bisa menghargai pendapat orang lain. Menurut saya begini ya begini. Titik.
Menghargai perbedaan tidak sekadar dalam hal pemilu. Dalam hal remeh temeh, mencari tempat tongkrongan, patungan kado teman, dan lain sebagainya, pengamalan sila keempat ini begitu sulit dilakukan. Asli, sulit sekali.
Kompromi yang menjadi inti sila keempat begitu sulit dilakukan terutama jika dalam keadaan mendesak. Pun demilkian dengan sila-sila lainnya yang barangkali kita mengabaikannya. Semisal, acuh terhadap orang yang membutuhkan di sekitar (sila kedua), tidak rajin menabung (sila kelima), dan mengakhirkan waktu salat (sila pertama). Lantas, ketika saya ingin memasang tagar "Saya Pancasila", kok ya gimana gitu.
Makanya, saya semakin sadar bahwa Pancasila bukanlah sebuah label, hafalan, atau sematan lainnya. Memang, hafal Pancasila sangat perlu tetapi, jika kita menghujat mereka yang tidak hafal Pancasila dengan berbagai label, rasanya kok ya sama saja tidak mengimplementasikan Pancasila. Bukankah mengolok-olok orang lain bisa memecahkan persatuan yang bertentangan dengan sila ketiga?
Percaya atau tidak, Pancasila yang harusnya menjadi satu dengan kita, bisa saja kita lupakan jika dalam kondisi yang tidak baik. Saat Kalista Iskandar, peserta Puteri Indonesia 2020 yang tak hafal sila keempat, saya mencoba memposisikan sebagai dirinya.Â
Saat baru saja selesai dari aktivitas, saya iseng merekam hafalan Pancasila saya. Ajaib, saya cukup kesulitan juga melafalkan sila keempat meski akhirnya berhasil juga. Ini menandakan bahwa Pancasila bisa jadi tidak pernah bisa kita hafalkan saat berada pada kondisi yang kurang baik.
Tidak hanya Pancasila, beberapa dasar negara lain pun ternyata juga sulit dihafalkan. Saya iseng-iseng melihat video social experiment mengenai hafalan Rukun Negara Malaysia dan Panunumpa Sa Watawat Ng Pilipinas - Panatang Makabayan (National Pledge). Keduanya adalah dasar negara dan kesetiaan pada negara Malaysia dan Filipina.Â
Rukun Malaysia juga memuat 5 sila sama dengan Pancasila hanya lebih pendek. Sementara, National Pledge berisi beberapa kalimat pernyataan kesetiaan pada negara.Â