Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kampung Tematik yang Perlu Sejenak Beristirahat

12 Agustus 2020   07:32 Diperbarui: 12 Agustus 2020   19:12 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung warna-warni - Dokumen Pribadi

Pandemi covid-19 yang memukul sektor pariwisata juga dirasakan dampaknya oleh Kampung Tematik yang ada di Kota Malang.

Betapa tidak, wisata unggulan yang dulunya digembar-gemborkan bisa mendatangkan para turis di Kota Malang ini kini seakan mustahil untuk dibuka. Apa pasal?

Tentu, kesehatan warga di sana adalah hal utama. Rata-rata kampung tematik di Malang adalah pemukiman padat penduduk. Beberapa diantaranya adalah pemukiman yang berada dekat aliras sungai. Dengan padatnya rumah warga, secara otomatis cukup menjadi cara penularan virus covid-19 andaikan tempat tersebut dibuka.

Pengamatan saya beberapa hari belakangan ini, pintu masuk Kampung Warna-Warni Jodipan yang menjadi andalan masih tertutup oleh portal. Tidak boleh ada orang lain yang masuk selain warga kampung itu sendiri.

Padahal, sebelum wabah covid-19 menyerang, warga dengan antusias akan menyambut siapa saja yang datang ke sana. Baik pagi, siang, atau pun sore hari.

Pun demikian dengan para pelancong yang berfoto di atas jembatan buk gludhuk yang menjadi ikon. Kala mentari tepat berada di atas kepala, masih ada para pengunjung yang berfoto dengan berbagai peralatan tempur semisal tongsis, ponsel, dan tentunya berbagai merk kamera. Bus-bus berukuran besar pun juga tak luput memenuhi pinggir jalan Embong Brantas untuk parkir.

Kini, ketika saya melintas di jembatan ikonik tersebut, yang ada adalah pemandangan sebelum kampung ini naik daun. Sebelum dicat dengan aneka warna dan belum menjadi tujuan wisata. Kampung ini kembali normal tak lagi sebagai kampung wisata.

Cukup disayangkan memang terlebih banyak warga yang biasanya menggantungkan pendapatan dari para turis kini tak bisa lagi mengais rezeki. Para tukang parkir atau penjaja makanan tak lagi bisa berjualan.

Meski demikian, ada hikmah yang bisa diambil. Warga bisa kembali tenang melakukan aktivitasnya tanpa terganggung oleh kehadiran wisatawan. 

Privasi mereka pun bisa kembali terjaga. Mereka juga bisa kembali bisa beristirahat kala siang hari tanpa terganggu dengan suara cekikikan para pelancong yang sedang mengambil foto.

Saat berkunjung ke sana, saya memang melihat warga yang sangat ramah mempersilakan para pengunjung berfoto pada tembok rumah mereka atau pun berbagai spot menarik. Namun, saya yakin pasti dalam hati kecil mereka timbul keinginan untuk bisa sejenak menikmati kehidupan mereka barang sehari dua hari.

Mereka pun pasti ingin berkumpul bersama keluarga dan bercakap-cakap dengan bebas tanpa diselingi kehadiran para wisatawan yang tiba-tiba datang. Anak-anak juga bisa bermain dengan leluasa tanpa takut terganggu oleh kehadiran wisatawan.

Mereka memang sedang diberi waktu isirahat.  Walau ada rencana untuk membuka kampung tematik ini kembali, sebenarnya kegiatan ini tidak perlu dilakukan secara buru-buru. Jikalau belum memungkinkan, alangkah lebih baik pembukaan kampung ini ditunda sampai wabah benar-benar terkendali.

Alasannya, kegiatan jaga jarak di kampung ini jika dibuka cukup sulit dilakukan. Satu-satunya cara yang harus menjadi prioritas adalah pembatasan jumlah pengunjung dan perekaman data pengunjung. Pembatasan spot yang boleh difoto dan tidak juga harus menjadi pertimbangan karena banyak spot foto yang sangat dekat dengan aktivitas warga.

Tak hanya itu, pengelola juga harus bisa memastikan seluruh warga aman dari pandemi ini. ini tak lepas dari klaster penularan covid-19 pada perkampungan padat penduduk yang cukup cepat di beberapa kota.

Jika pembukaan belum memungkinkan dilakukan sepenuhnya, maka pembukaan secara parsial bisa jadi alternatif. Semisal pengunjung hanya boleh berfoto pada jembatan buk gludhuk saja atau beberapa spot yang memungkinkan untuk jaga jarak. Untuk spot yang mengandung kerumuman orang dalam jumlah banyak, secara otomatis harus ditutup dulu.

Tak hanya itu, petugas lapangan yang memastikan para pengunjung mematuhi protokol kesehatan juga harus disiapkan dalam jumlah yang cukup banyak. Ini untuk menghindari para pengunjung yang abai akan masalah kesehatan. Terlebih anak-anak muda yang memiliki euforia tinggi jika sebuah tempat wisata kembali dibuka. Padahal, mereka adalah salah satu pembawa virus covid-19 yang amat potensial.

Untuk itulah, sebelum terburu-buru dibuka, berbagai pertimbangan ini harus dipertimbangkan. Jangan sampai karena alasan ekonomi jangka pendek, kesehatan warga yang jadi korban.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun