Pandemi covid-19 yang memukul sektor pariwisata juga dirasakan dampaknya oleh Kampung Tematik yang ada di Kota Malang.
Betapa tidak, wisata unggulan yang dulunya digembar-gemborkan bisa mendatangkan para turis di Kota Malang ini kini seakan mustahil untuk dibuka. Apa pasal?
Tentu, kesehatan warga di sana adalah hal utama. Rata-rata kampung tematik di Malang adalah pemukiman padat penduduk. Beberapa diantaranya adalah pemukiman yang berada dekat aliras sungai. Dengan padatnya rumah warga, secara otomatis cukup menjadi cara penularan virus covid-19 andaikan tempat tersebut dibuka.
Pengamatan saya beberapa hari belakangan ini, pintu masuk Kampung Warna-Warni Jodipan yang menjadi andalan masih tertutup oleh portal. Tidak boleh ada orang lain yang masuk selain warga kampung itu sendiri.
Padahal, sebelum wabah covid-19 menyerang, warga dengan antusias akan menyambut siapa saja yang datang ke sana. Baik pagi, siang, atau pun sore hari.
Pun demikian dengan para pelancong yang berfoto di atas jembatan buk gludhuk yang menjadi ikon. Kala mentari tepat berada di atas kepala, masih ada para pengunjung yang berfoto dengan berbagai peralatan tempur semisal tongsis, ponsel, dan tentunya berbagai merk kamera. Bus-bus berukuran besar pun juga tak luput memenuhi pinggir jalan Embong Brantas untuk parkir.
Kini, ketika saya melintas di jembatan ikonik tersebut, yang ada adalah pemandangan sebelum kampung ini naik daun. Sebelum dicat dengan aneka warna dan belum menjadi tujuan wisata. Kampung ini kembali normal tak lagi sebagai kampung wisata.
Cukup disayangkan memang terlebih banyak warga yang biasanya menggantungkan pendapatan dari para turis kini tak bisa lagi mengais rezeki. Para tukang parkir atau penjaja makanan tak lagi bisa berjualan.
Meski demikian, ada hikmah yang bisa diambil. Warga bisa kembali tenang melakukan aktivitasnya tanpa terganggung oleh kehadiran wisatawan.Â
Privasi mereka pun bisa kembali terjaga. Mereka juga bisa kembali bisa beristirahat kala siang hari tanpa terganggu dengan suara cekikikan para pelancong yang sedang mengambil foto.
Saat berkunjung ke sana, saya memang melihat warga yang sangat ramah mempersilakan para pengunjung berfoto pada tembok rumah mereka atau pun berbagai spot menarik. Namun, saya yakin pasti dalam hati kecil mereka timbul keinginan untuk bisa sejenak menikmati kehidupan mereka barang sehari dua hari.