Lucu juga melihat Kemenkes memberikan surat somasi kepada salah satu warganet yang telah dianggap menghina Menteri Kesehatan.
Iya, bagi saya lucu karena di tengah pandemi yang belum berakhir ini kok ya sempat-sempatnya institusi yang menaungi masalah kesehatan ini melakukan hal tersebut. Ada waktu ya mereka. Dan benar-benar masalah kecil ini bisa menjadi besar dan harus segera diselesaikan.
Sementara, proses pelacakan kasus covid-19 yang harus segera dilakukan dengan berbagai tes massal malah bukan menjadi patpkan utama kinerja mereka. Apa memang tidak menjadi patokan utama ya. Ah entahlah, saya tidak mau berspekulasi. Nanti malah kena somasi juga dari Kemenkes. Kan malas.
Tapi sejujurnya bukan itu yang membuat saya tidak mau lagi banyak bersuara atas kinerja Menkes dan jajarannya. Lebih tepatnya sudah lelah. Sudah bingung mau berkata apalagi dengan tidak banyaknya hal yang bisa jadi prioritas yang dilakukan oleh Kemenkes. Dan, surat somasi yang beredar beberapa hari yang lalu adalah jawaban dari asumsi ini.
Padahal, jika tenaga dan upaya lebih bisa dilakukan, maka upaya seperti penambahan jumlah tes PCR secara masif bisa dilakukan. Dengan negara tetangga Filipina saja, Indonesia kalah perbandingan jumlah tes massal per seribu penduduk. Cukup jauh bahkan.
Lantaran banyak yang sudah lelah, tidak hanya saya saja, maka surat somasi itu pun malah mendapat cibiran dari masyarakat. Terutama, warga twitter yang dikenal tanpa ampun jika ada satu topik yang ramai dibicarakan. Surat somasi yang beredar pun mendapat respon negatif.
Tak hanya itu, dengan keluarnya surat tersebut, maka publik pun menjadi semakin yakin bahwa kririk terhadap pemerintah, terutama Kemenkes adalah hal yang bisa berujung kriminal. Banyak spekulasi yang menyatakan bahwa surat tersebut adalah upaya awal dari kriminalisasi.
Lantaran menjadi bulan-bulanan, akhirnya cuitan surat somasi tersebut dihapus. Ini memang cukup melegakan tetapi tidak sepenuhnya. Masih ada banyak hal lain yang menjadi sorotan.
Pertama, seberapa baik pihak Kemenkes menerima kritik dari masyarakat. Ketika sudah banyak kritik yang beredar dan tak segera ditanggapi atau dilaksanakan, maka akan ada saja orang atau pihak yang menggunakan kalimat kurang baik. Akan muncul lagi cuitan yang membandingkan Menkes dengan hal tidak baik lagi.
Kedua, jika itu terjadi, wibawa Kemenkes yang selama ini sudah tak terlalu baik akan menjadi lebih buruk lagi. Ini juga berbahaya karena jika wibawa tersebut semakin turun, maka masyarakat tak akan percaya lagi dengan Kemenkes.