Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Guru Saya Tidak Mau Menerangkan Sedikit pun!"

16 April 2020   06:56 Diperbarui: 16 April 2020   07:08 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. - katadata.com

Itulah kalimat yang keluar dari siswa bimbel virtual saya yang kini tengah duduk di bangku kelas VIII SMP.

"Ngelu ndasku, Pak," (pusing kepala saya Pak).

Kalimat itu kembali keluar dari teks yang terketik pada WA saat ia menanyakan soal sulit tentang materi fisika gelombang dan getaran. Ia sudah bertanya mengenai penjelasan soal tersebut yang memang cukup membingungkan. Sebuah soal hitungan pilihan ganda yang jawabannya tidak ada pada pilihan tersebut. Beberapa soal lain juga terbaca ambigu dan memang kurang jelas.

Saat saya membaca soal tersebut dan melemparkan ke beberapa tentor saya lain, semuanya mengatakan soal tersebut memang kurang jelas. Tentu, kami menyuruh siswa kami bertanya mengenai maksud soal tersebut. Barangkali, ada bagian yang terpotong atau hal lain. Namun, apa yang didapat?

Sang guru di sekolah hanya menjawab kerjakan saja. Yang penting dikumpulkan pada jam tertentu. Titik.

Mendapatkan jawaban ini, siswa tersebut langsung down. Selain ia belum paham materi pada soal tersebut, dengan jawaban tersebut ia malah sungkan dan takut bertanya kepada sang guru. Dalam jangka panjang, tentu akan berdampak pada mental dan semangatnya untuk belajar pada musim belajar di rumah ini.

Kejadian ini tidak saja terjadi di bangku SMP, bahkan di bangku SD. Ada siswa kelas 5 yang akhirnya mulai malas belajar karena ia tidak paham materi mengenai kegiatan ekonomi (CV, Firma, PT, BUMN) yang tengah diajarkan. Saat bertanya kepada gurunya, yang bersangkutan hanya memberikan semangat belajar dan menyuruhnya mengerjakan soal. Dan pastinya, mengumpulkan pada rentang tertentu.

Entah, apa yang ada di pikiran para guru tipe seperti ini. Padahal, meski di rumah, pembelajaran tetaplah dilakukan. Tugas mereka sebagai guru harus tetap berjalan sebagaimana mestinya dan kalau bisa tetap memberikan pelayanan kepada siswa-siswinya secara virtual.

Memang ada beberapa guru yang tetap menunaikan kewajiban ini selama program belajar di rumah ini. Beberapa rekan guru yang juga berprofesi sebagai blogger kerap mengunggah kegiatan video konferensinya saat belajar bersama dengan murid sekelasnya. Tentu, dengan berbagai macam wajah siswa mulai dari yang megantuk sampai yang semangat, ia tetap melakukan tugasnya menerangkan. Beberapa materi sulit semisal matematika tampak tertera pada gambar unggahan tersebut.

Kerajinan tangan yang telah dibuat siswanya juga diunggah. Dalam suatu sesi kelas, tiap siswa diminta menunjukkan hasil prakaryanya kepada sesisi kelas dengan mendekatkannya ke kamera. Walau dengan keterbatasan, pembelajaran seperti inilah yang semestinya bisa dilakukan.

Jika tidak bisa melakukannya secara kolektif dalam satu kelas, ada juga rekan guru yang membuka kelas virtual pada jam tertentu. Pada jam tersebut, siswa boleh bertanya kepada sang guru materi atau soal yang telah diberikan. Guru tersebut juga membuka layanan pesan suara dan video call tentu dengan janji terlebih dahulu. Ia akan dengan total memberikan penjelasan secara berurutan kepada siswa terutama yang secara akademik memiliki kemampuan yang kurang.

Bahkan, ada juga guru yang menjemput bola menghubungi siswa dengan tipe seperti ini atau siswa yang memang butuh perhatian lebih di kelas. Ini pernah terjadi saat saya melakukan les virtual dengan salah satu siswa yang kemudian ia mendapatkan pesan agar segera mengangkat telepon dari guru kelasnya.

Saya pun menjeda kegiatan les virtual kemudian menanyakan apa yang dibicarakan mereka dalam waktu sekitar 15 menit itu. Rupanya, sang guru bertanya tentang kegiatan siswanya dan memastikan apakah ia paham dengan materi yang tengah dipelajari. Saat siswa saya menjawab bahwa ia sedang belajar virtual bersama saya, sang guru kelas pun semakin memberikan semangat. Guru tersebut bahkan meminta kontak saya dan kami menjalin komunikasi untuk bisa memberi treatment terbaik bagi siswa tersebut lantaran ia ditinggal ayahnya meninggal dan ibunya bekerja di luar negeri. Ia hanya tinggal bersama sang nenek.

Model-model guru semacam inilah yang sebenarnya dibutuhkan saat ini. Ia harus menjemput bola terhadap perkembangan belajar siswa-siswinya. Ia yang paham dengan kondisi muridnya akan bisa memperkirakan siapa saja yang akan kesulitan belajar lantaran tidak semua siswa mampu meneyrap materi dengan hanya membaca buku. Ada banyak siswa yang harus diterangkan berulang agar bisa paham, terutama untuk pelajaran matematika. Dan tidak semua siswa tinggal bersama orang dewasa yang mampu membantu mereka menghadapi kesulitan tersebut.

Sayangnya, tipe guru seperti sangat bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan, tipe guru memberikan soal dan menghubungi siswanya saat pengumpulan adalah tipe terbanyak. Mengapa ini bisa terjadi?

Karena kebanyakan laporan guru kepada sekolah atau pengawas hanya berupa google form yang bisa dimanipulasi. Seperti yang harus dilaporkan ibu saya setiap hari. Di sana, guru hanya diminta untuk melaporkan apa yang dilakukan selama sehari dengan 4 kali jenis kegiatan. Mirisnya, kegiatan yang dilaporkan hanya seputar memberi semangat, mengajak berdoa, mengingatkan untuk berjemur pagi, mengingatkan siswa untuk mengerjakan serta memneri pengumuman bahwa sudah saatnya mengumpulkan tugas. Ada pula kolom jumlah siswa yang sudah menanggapi instruksi dari sang guru.

Namun, pada formulir tersebut, tidak ada laporan berapa siswa yang kesulitan mengerjakan tugas, berapa siswa yang berhasil menyelesaikannya, dan apa yang telah dilakukan guru untuk membantu siswa yang kesulitan belajar. Serta, kolom mengenai bagaimana bagaimana metode yang telah dilakukan guru agar siswa bisa belajar, semisal melakukan video konferensi atau menelepon siswa satu per satu.

Memang, ini kembali kepada kebijakan sekolah dan pengawas masing-masing. Beberapa hari yang lalu, ibu saya juga diminta mengisi google form dari pengawas seputar perkembangan kegiatan pembelajaran. Alih-alih memberi masukan, kegiatan ini hanya sebatas menggugurkan kewajiban supervisi kelas yang memang menjadi tanggung jawab pengawas. Kolom google form pun juga hampir serupa walau ada bagian yang menanyakan masalah yang dihadapi guru saat pembelajaran. Untuk tindak lanjutnya, hingga hari ini ibu saya belum mendapatkan kabar.

Sebenarnya, kepala sekolah dan pengawas bisa melakukan supervisi secara daring dengan masuk WAG kelas. Mereka bisa memantau kegiatan pembelajaran selama beberapa hari. Tentu, dengan jadwal yang telah dibuat sebelumnya lantaran keterbatasan jumlah pengawas sekolah. Kegiatan ini setidaknya bisa menjadi salah satu cara untuk mengetahui kesulitan yang dialami guru. Dan tentunya, mereka bisa mengecek apakah guru yang bersangkutan melaksanakan tugasnya dengan baik atau belum. Sudahkah mereka memberi penjelasan kepada siswanya terutama yang belum paham atau hanya sekadar menyapa dan menagih tuga siswa.

Sebuah formulir laporan guru kepada kepala sekolah dan pengawas. - Dokpri
Sebuah formulir laporan guru kepada kepala sekolah dan pengawas. - Dokpri
Atau juga, kepala sekolah secara acak masuk ke dalam WAG kelas dan juga ikut kelas tersebut sambil memantau seberapa efektif pembelajaran yang telah dilakukan. Selama ini yang banyak terjadi, kepala sekolah hanya mendapatkan foto dari guru kelas atau mapel dalam WAG sekolah tentang aktivitas siswa. Mulai belajar, salat, menyapu, dan lain sebagainya. Untuk masalah seberapa baik siswa menyerap pelajaran, banyak kepala sekolah yang kurang mendapatkanj informasi yang lengkap.

Belajar di rumah juga termasuk memantau kegiatan pembelajaran dari rumah. Ini yang harus dipahami dan digarisbahwahi. Guru dan siswa tidak bisa bertempur sendirian dalam pertarungan pandemi layaknya perawat dan dokter. Perlu dukungan dari pihak lain terutama pemangku kebijakan.

Terakhir, untuk guru bimbel di seluruh Indonesia, tetap semangat bertahan berjuang menghadapi gelombang pertanyaan siswa yang belajar di rumah entah sampai kapan. Tetap jaga kesehatan terutama jempol dan mata agar tetap bisa melayani mereka. Tetap jaga kuota internet karena bisa jadi kita semua adalah salah satu garda terdepan saat pembelajaran virtual ini.

Teori memang mudah diucapkan, tetapi pada praktiknya sungguh sulit dilakukan dan butuh terus perbaikan.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun