Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menyapa Bendungan Dempok Malang yang Tersedimentasi dengan Bersantap Ikan

14 Desember 2019   08:59 Diperbarui: 15 Desember 2019   05:00 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelayan di Bendungan Dempok. - Dokumen Pribadi

Saat masih mengajar, saya juga harus beradaptasi dengan kegiatan wisata yang dilakukan oleh Bapak/Ibu Guru. Termasuk, saat berwisata ke tempat-tempat yang lebih dikenal oleh para generasi senior.

Tempat seperti ini biasanya memiliki fasilitas gazebo yang nyaman, tidak terdapat jalan yang menanjak, serta tentunya tak jauh dari pusat kota. Salah satu tempat wisata yang sering jadi jujugan adalah wisata Dempok. Sebuah wisata bendungan yang berada di Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.

Uniknya, wisata ini memiliki kriteria seperti yang dipaparkan sebelumnya. Malah, bagi saya yang milenial, sepertinya tak ada spot menarik untuk bisa dibagikan ke laman Instragram saya. 

Makanya, wisata ini menjadi primadona bagi rombongan pejabat, ibu-ibu PKK, ibu-ibu pengajian, dan para bapak-bapak yang mengajak serta anak istrinya. Kalau pemuja konten Instagram macam saya, sepertinya tidak.

Apa yang menarik dari tempat ini?
Lokasinya yang tak terlalu jauh dari pusat Kota Malang menjadi alasannya. Dari Malang, saya hanya perlu menuju Kota Kepanjen dan meneruskan perjalanan ke arah Bendungan Sengguruh. 

Perjalanan lalu dilajutkan menuju Jalan Raya Desa Gampingan. Selepas melewati Lembah Kera, maka jalan akan mulai bergelombang. Di ujung jalan itulah akan tampak sebuah bendungan yang mulai mongering. Inilah Bendungan Dempok itu.

Sebenarnya, bendungan ini masih satu rangkaian dengan Bendungan Karangkates. Ia berada di sisi timur Karangkates yang telah mengalami banyak perubahan. 

Perubahan yang sangat terlihat adalah sedimentasi di hampir semua tepinya. Sedimentasi ini bahkan membuat ilalang dan rerumputan bisa tumbuh subur di area bekas danau.

Bekas danau yang tersedimentasi. Dokumen Pribadi
Bekas danau yang tersedimentasi. Dokumen Pribadi
Meski demikian, keunikan dari bendungan ini masih terjaga. Apalagi kalau bukan adanya transaksi jual beli ikan di dermaga bendungan. Maka, selepas rombongan kami tiba di sini, para guru -- terutama ibu-ibu --  langsung menuju dermaga tersebut. Mereka langsung berburu ikan nila, ikan mujair, ikan kuniran, dan tentunya yang menjadi favorit adalah ikan wader.

Jual beli ikan di dekat dermaga. Dokumen Pribadi
Jual beli ikan di dekat dermaga. Dokumen Pribadi
Di dermaga itu, transaksi cukup ramai. Pengunjung bisa memilih dan menimbang sendiri ikan apa yang akan mereka beli. Nantinya, ikan-ikan itu sebagian bisa dibawa pulang dan sebagian lagi bisa dimasak di sana. 

Tak perlu repot, deretan warung sudah siap menampung hasil tangkapan ikan untuk dimasak dengan cara dibakar ataupun digoreng. Tentu, dengan sambal khas yang akan memanjakan lidah pengunjung.

Sembari menunggu masakan matang, ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan. Tentu, mencari tempat untuk makan siang harus menjadi prioritas. Terlambat sedikit, gazebo-gazebo yang dibangun akan segera penuh. Maklum saja, bukan hanya rombongan bermotor atau bermobil yang datang ke sini, tetapi juga rombongan bus dan truk para pekerja yang sekadar singgah dan menikmati suasana.

Rombongan pengunjung mulai berdatangan. Dokumen Pribadi
Rombongan pengunjung mulai berdatangan. Dokumen Pribadi
Kalau saya dan guru junior lain tentu berkeliling untuk mencari konten. Karena, konten adalah kunci. Wisata yang dikunjungi boleh jadi lebih cocok bagi generasi senior. Namun, bukan berarti tak layak untuk dipromosikan kepada para generasi muda harapan bangsa. Maka, saya dan beberapa rekan guru menuju sebuah bukit yang berada di sisi utara bendungan.

Bukit ini merupakan bekas bendungan yang telah mengering. Saya mencoba setapak demi setapak menaiki bukit yang telah ditumbuhi tanaman liar itu. Dan alamak, usaha saya tak sia-sia. Dari atas bukit, tampak pemandangan danau yang elok dipadu dengan deretan pohon pinus di pinggirnya. Samar-samar terlihat mobil-mobil yang mulai memenuhi area parkir.

Bendungan yang mulai mengering. Dokumen Pribadi
Bendungan yang mulai mengering. Dokumen Pribadi
Saya menghela napas sebentar sambil merasakan nikmat pemandangan itu. Ditemani semilir angin yang berembus, rasanya saya tidak mau pulang. Di sini saja sampai malam. Tetapi, ada salah satu guru senior yang meneriaki kami agar bergegeas turun. Mulanya, saya kira ikan bakar telah matang. Ternyata tidak.

Kami diajak naik perahu berkeliling bendungan. Mumpung acara makan-makan belum mulai, begitu instruksinya. Kami pun turun dan segera menuju dermaga untuk naik ke kapal yang telah siap. Dengan tiket sebesar 5.000 rupiah, kami pun mulai berkeliling.

Ulah bapak-bapak guru jika tidak ada muridnya. Dokumen Pribadi
Ulah bapak-bapak guru jika tidak ada muridnya. Dokumen Pribadi
Ternyata, bendungan ini cukup luas juga. Sedimentasi di bagian timur yang membuat mata ngilu ternyata tak sampai membuat bendungan ini kehilangan keindahannya. Ia masih tetap memiliki pesona berupa luasnya genangan air. Saya masih penasaran apakah benar bendungan ini tersambung dengan bendungan Karangkates.

Ulah ibu-ibu guru jika tidak ada muridnya, Dokumen Pribadi
Ulah ibu-ibu guru jika tidak ada muridnya, Dokumen Pribadi
Batas Bendungan Dempok dan Bendungan Karangkates. Dokumen Pribadi
Batas Bendungan Dempok dan Bendungan Karangkates. Dokumen Pribadi
Ternyata, setelah berada pada bagian tengah bendungan, samar-samar tampak genangan air yang lebih luas yang dipisahkan oleh sekat-sekat yang dipasang. 

Rupanya, batas antara Bendungan Dempok dengan bagian Bendungan Karangaktes yang lain itu terdapat semacam keramba yang bisa jadi digunakan oleh penduduk sekitar untuk budidaya ikan. Makanya, bendungan ini seolah-olah terpisah dari Bendungan Karangkates padahal keduanya adalah satu kesatuan.

Sekitar 15 menit perhahu berjalan kami telah tiba di dermaga kembali. Dan memang waktunya pas. Pengelola warung dengan semangatnya mengeluakan nila bakar dan wader goreng lengkap dengan sambal dan lalapan. Yang teristimewa, sambal yang disajikan adalah sambal mangga muda. Yang terkenal pedas, ganas, dan asam seperti nyinyiran para tetangga.

Mari makan... Dokumen Pribadi
Mari makan... Dokumen Pribadi
Dan, tanpa banyak basa-basi, dengan mengucapkan basmalah, sesuai apa yang dilakukan YouTuber Farida Nurhan, langsung saja "emplok". Keringat yang mengalir akibat pedasnya sambal menjadi obat yang pas sebagai penutup kegiatan di akhir semester gasal itu. 

Setelah mengerjakan rapor dan kegiatan lain, kami sangat bersyukur bisa sejenak melepas penat di Wisata Bendungan Dempok yang sayang untuk dilewatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun