Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kenaikan Cukai Rokok yang Harus Disertai Kebijakan Lain

20 September 2019   18:00 Diperbarui: 21 September 2019   08:10 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. - Dokumen Pribadi

Konsumsi rokok di dunia terutama di Indonesia sudah cukup tinggi. Dari data WHO, sekitar 1 miliar orang di dunia menjadi perokok aktif dan ada sekitar 890 ribu orang kehilangan nyawa akibat menjadi perokok pasif. 

Dampak dari konsumsi ini sebenarnya sudah banyak dirasakan oleh masyarakat, baik dampak negatif maupun positifnya.

Pemerintah sebagai regulator industri rokok berupaya untuk menurunkan konsumsi rokok masyarakat melalui beberapa kebijakan. Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah menaikkan cukai hasil tembakau hingga double digit atau di atas sepuluh persen pada tahun 2020.

Tentu, kebijakan yang diambil pemerintah ini menimbulkan beberapa tanggapan terutama dari masyarakat. 

Apakah kebijakan tersebut efektif untuk menurunkan konsumsi rokok masyarakat dan meningkatkan pendapatan cukai dari rokok atau justru kebijakan tersebut malah membuat banyak dampak negatif terutama kepada industri rokok kecil yang menyerap banyak tenaga kerja. 

Kebijakan ini juga dianggap akan berpengaruh terhadap para petani tembakau yang keberadaannya juga bergantung pada industri rokok ini sendiri.

Topik tersebut dibahas secara rinci dalam siaran KBR.id pada 19 September 2019 oleh narasumber Vid Adrison, Peneliti Ekonomi UI dan Abdillah Ahsan, Wakil Kepala Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI. 

Perbincangan yang dipandu oleh Don Brady tersebut juga membahas bagaimana tanggapan masyarakat mengenai kebijakan pemerintah yang akan menaikkan cukai rokok sebesar 23% per 1 Januari 2020. Akibat kenaikan cukai rokok ini, harga rokok akan diprediksi juga akan naik sebesar 35%.

Menurut Abdillah Ahsan, kebijakan pemerintah ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh Peraturan Menteri Keuangan yang melihat rokok dalam tiga sisi, yakni konsumsi, penerimaan negara, dan industri rokok sendiri. 

Keputusan yang diambil oleh pemerintah memang lebih kepada keputusan politis karena kesehatan masyarakat lebih penting dibandingkan penerimaan yang diterima oleh negara ataupun kelangsungan industri rokok itu sendiri. 

Selama 2019, cukai rokok tidak naik. Stagnasi harga cukai ini juga berpengaruh terhadap konsumsi rokok yang naik sehingga dampak negatif kesehatan masyarakat pun menjadi lebih banyak.

Satu hal penting yang harus dipahami, rencana kenaikan harga cukai tersebut tidak serta merta dilakukan pada semua jenis rokok. 

Saat ini, ada tiga jenis rokok berdasarkan proses pembuatannya yang akan memiliki perbedaan dalam penentuan harga cukai. Ketiga jenis tersebut adalah kretek tangan, kretek mesin, dan putih mesin. 

Nah, yang perlu dicermati dari kebijakan kenaikan harga cukai rokok ini adalah manakah diantara ketiganya yang berdampak kepada penerimaan negara tetapi tidak banyak membuat tenaga kerja industri rokok dan petani tembakau terkena dampaknya.

Jika dilihat dari pangsa pasar rokok saat ini, rokok kretek mesin (SKM) merupakan penguasa pasar industri rokok di Indonesia. Dengan pangsa pasar di atas 73%. Menurut Abdillah, meski rokok jenis ini harganya cukup mahal, tetapi masih menjadi favorit pengguna rokok aktif. 

Bandingkan dengan rokok jenis kretek tangan (SKT) yang hanya sekitar 20% dan sisanya kretek putih mesin (SPM). 

Artinya, kebijakan kenaikan cukai rokok ini sebaiknya lebih diutamakan untuk meningkatkan harga jual SKM sehingga tidak mudah dijangkau oleh masyarakat. Untuk rokok jenis SKT yang menyerap banyak tenaga kerja, maka tidak perlu mengalami kenaikan yang tinggi.

Pangsa produksi industri hasil tembakau - Dokumen INDEF
Pangsa produksi industri hasil tembakau - Dokumen INDEF
Menurut Vid Adrison, nantinya harga ideal satu bungkus rokok SKM bisa sekitar 60 hingga 70 ribu rupiah. Meski harga yang diharapkan untuk SKM ini tinggi, tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat masih saja bisa mengakses harga rokok yang tinggi tersebut. 

Buktinya, saat ini, harga rokok yang berkisar 5 ribu hingga 25 ribu per bungkus saja masih banyak yang laku.

Dengan kenaikan cukai rokok yang tinggi pada SKM, juga diharapkan bisa mengurangi persaingan tidak sempurna antara SKM dan SKT. 

Produsen rokok SKM -- dengan modal yang cukup tinggi -- tentu akan lebih leluasa untuk melakukan ekspansi dengan iklan dan event di berbagai daerah. Berbeda halnya dengan produsen SKT yang terus tergerus akibat tidak adanya modal yang besar. 

Nah dengan adanya kenaikan cukai rokok tinggi pada SKM ini, nantinya hanya persaingan harga antara SKM dan SKT yang menjadi pertimbangan. Masyarakat pun diharapkan akan beralih menggunakan SKT karena harga rokok SKM yang mahal.

Walau kenaikan cukai rokok ini secara teori bisa berdampak pada kenaikan penerimaan cukai dan melindungi industri rokok SKT, nyatanya kebijakan ini belum sepenuhnya disetujui oleh masyarakat. 

Salah satu opini berbeda muncul dari pendengar bernama Welly asal Jakarta yang menyatakan bahwa pemerintah sebenarnya masih setengah hati dalam menaikkan cukai rokok ini seperti kenaikan iuran BPJS Kesehatan. 

Jikalau ingin menaikkan cukai rokok, maka seharusnya kenaikan itu tidak hanya dua digit tetapi bisa lebih dari 100% untuk memberikan ruang yang terbatas pada masyarakat yang ingin merokok.

Menanggapi hal ini, Vid Adrison memberikan penjelasan bahwa cukai rokok memang digunakan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat yang tidak bisa disamakan dengan BPJS Kesehatan. 

Meski bisa digunakan untuk penerimaan negara, cukai tidak sama dengan pajak yang tidak memiliki ikatan antara pembayar dengan negara. Artinya, kenaikan cukai rokok ini sebenarnya memang untuk mengurangi konsumsi masyarakat akan rokok. 

Nahasnya, jika di negara maju cukai tidak menjadi pemasukan utama negara, di Indonesia malah menjadi salah satu pemasukan tersebut.

Tanggapan lain dari penelepon bernama Herman yang memberikan apresiasi kepada pemerintah karena berencana menaikkan cukai rokok ini. Menurut penelepon asal Sintang tersebut, masih banyak kenakalan pelaku industri rokok -- terutama illegal -- di daerah yang bermain dengan cukai ini. 

Tak hanya itu, gencarnya iklan rokok --terutama melalui SPG wanita -- di daerah-daerah yang justru memberikan ruang yang luas bagi produsen rokok terutama SKM. 

Untuk itu, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah harus dilakukan agar kenaikan cukai rokok ini juga diimbangi dengan upaya keras hingga ke daerah untuk mendukung pembatasan konsumsi rokok.

Abdillah Ahsan juga sepakat bahwa cukai memang untuk mengurangi konsumsi rokok yang dilakukan oleh masyarakat. Abdillah juga menambahkan bahwa selama ini perhatian kepada petani tembakau juga sudah dilakukan. 

Meski, seyogyanya ada pembatasan impor tembakau dan tentunya diikuti dengan kenaikan tarif masuk impor komoditas tersebut agar tembakau lokal bisa bersaing. 

Petani tembakau pun tak akan banyak berdampak dengan kenaikan cukai rokok ini karena ditopang oleh kebijakan lain yang menguatkan.

Perhatian akan kebijakan yang terpadu ini juga diamini oleh Vid Adrison yang menyatakan kebijakan kenaikan cukai rokok tidaklah efektif menaikkan harga rokok. Penyebabnya, sistem cukai sendiri yang sangat kompleks dan adanya harga minimum rokok. Akses terhadap rokok pun masih mudah.

Akses ini sangat terbuka lebar karena penindakan kepada rokok illegal masih belum terlaksana dengan baik dan banyaknya perokok pemula yang mampu menjangkau rokok batangan. 

Pendapat ini disampaikan oleh Aldi penelepon asal Majalengka yang juga meminta pemerintah menindak tegas rokok illegal sebelum cukai rokok dinaikkan. Harga rokok illegal pun jauh di bawah rokok lain yang sudah ditetapkan.

Pendapat senada juga diungkapkan penelepon bernama Bima yang menyatakan banyak pelajar masih bisa patungan membeli rokok secara eceran. Kenaikan harga rokok pun masih bisa diakali dengan cara ini. 

Payung hukum dan sanksi jelas harus dipertajam terutama konsumsi rokok pada anak-anak di bawah umur. Penelepon ini juga mempertanyakan mengenai cukai rokok elektrik yang menurutnya kini jauh berkembang.

Menanggapi hal tersebut, Abdillah Ahsan sepakat bahwa pembatasan ruang gerak bagi para perokok di berbagai ruang publik perlu dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan membatasi penjualan rokok batangan di berbagai daerah. 

Banyak negara yang sudah melakukan hal ini dengan memberikan pembatasan ketat pada peredaran rokok. Rokok pun dijual seperti halnya minuman keras yang hanya toko atau warung tertentu yang boleh menjualnya. 

Masalah rokok elektrik memang sudah seharusnya dilarang karena selain gangguan kesehatan yang ditimbulkan lebih serius, ada banyak efek bahaya lain yakni rokok jenis ini bisa meledak.

Kenaikan cukai rokok juga harus diimbangi dengan kebijakan terhadap petani tembakau. - Dokpri
Kenaikan cukai rokok juga harus diimbangi dengan kebijakan terhadap petani tembakau. - Dokpri
Pembatasan akan penjualan rokok juga disetujui oleh Ali, penelepon asal Bekasi yang melihat bahwa rokok sudah tak boleh lagi dijual bebas. 

Meski yang bersangkutan adalah perokok aktif dan akan tetap mencari rokok karena memang rasa kecanduan yang amat sangat, tetapi setuju dengan adanya pembatasan ini. Diharapkan, kebijakan tersebut akan mengurangi jumlah perokok baru terutama dari kalangan pelajar.

Pro kontra kenaikan cukai rokok memang akan bermuara pada seberapa efektif kenaikan tersebut berdampak pada penurunan konsumsi rokok dan kenaikan pendapatan negara dari sektor tembakau. 

Melihat tanggapan beberapa masyarakat -- yang diantaranya perokok aktif -- sudah saatnya memang pemerintah menaikkan cukai rokok pada tahun depan. 

Namun, peningkatan ini juga harus diimbangi dengan adanya upaya berkelanjutan terhadap kebijakan untuk membatasi ruang gerak peredaran rokok terutama rokok ilegal. 

Kenaikan cukai rokok ini juga diharapkan tidak mengganggu ekosistem industri rokok di Indonesia yang ditakutkan oleh beberapa pelaku industri rokok itu sendiri.

Tak hanya itu, Indonesia juga bisa berkaca pada negara lain yang memiliki konsumsi rokok yang rendah tetapi bisa mendapatkan banyak pemasukan dari hasil tembakau. Salah satunya adalah negara Brazil yang mampu mengekspor tembakau dalam jumlah yang cukup banyak. 

Kondisi yang ideal seperti inilah yang diharapkan di masa mendatang. Banyak petani di daerah yang enggan beralih ke tanaman lain karena bagi mereka menanam tembakau memberikan hasil yang lebih banyak. 

Untuk itu, negara perlu mengatur perdagangan tembakau ini dengan seksama agar para petani bisa dilindungi terlepas dari adanya kenaikan cukai rokok tersebut.

Semoga dengan adanya kebijakan kenaikan cukai rokok ini, bisa berhasil menurunkan konsumsi rokok di Indonesia. 

Namun, kebijakan ini juga diharapkan tidak memberi efek buruk terhadap para pekerja industri rokok dan petani tembakau karena bagaimanapun keberlangsungan mereka juga sangat bergantung pada industri ini.

Industri yang memiliki dua sisi mata uang yang tidak begitu saja dilihat kebaikan dan keburukannya.

Sumber: (1) (2) (3) (4) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun