Minggu ini, linimasa jejaring sosial Anda pasti banyak dipenuhi oleh foto rekan atau saudara yang baru saja mengikuti prosesi pelepasan siswa, baik TK, SD, SMP, maupun SMA.
Kali ini, saya akan sedikit membahas acara pelepasan siswa yang pernah saya ikuti. Di sini, saya akan membatasi untuk jenjang SD mengingat saya pernah menjadi guru SD dan pengisi acara beberapa sekolah dasar yang sedang menjalani prosesi sakral ini.
Sebagai salah satu tahapan pendidikan, pelepasan siswa sangatlah penting. Tak sekadar memajang siswa Kelas 6 untuk naik ke panggung dan menyanyikan lagu-lagu perpisahan, acara ini juga menjadi ajang untuk menjalin tali silaturahmi antara pihak sekolah dengan wali murid dan juga sebagai tanda untuk memberikan tanggung jawab kembali pendidikan anak kepada wali murid. Apakah akan dilanjutkan ke bangku SMP atau dihentikan.
Nah, uniknya, saya memiliki beberapa poin yang menjadi pembeda acara ini di desa dan di kota. Dulu, setiap tahun, saya mengiringi musik paduan suara di sekolah ibu saya di sebuah desa di Kabupaten Malang. Tepatnya, di sekitar pantai selatan yang jaraknya sekitar 50 km dari Kota Malang. Sementara, sekolah tempat saya mengajar hanya berjarak sekitar 500 m dari alun-alun kota.
Lantas, apa saja perbedaan itu?
Pertama, dari para pejabat yang datang. Dalam berbagai acara perpisahan SD, tentu ada acara sambutan-sambutan yang cukup panjang. Mulai sambutan wali murid, kepala sekolah, siswa sendiri, komite, hingga para pejabat daerah. Nah, yang menjadi menarik untuk dicermati adalah kehadiran pejabat daerah.
Baik di desa maupun di kota, semua sekolah akan mengundang pejabat daerah. Biasanya, pejabat daerah yang diundang adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan (UPT). Saya masih ingat kala harus mengirimkan surat undangan kepada Kepala UPT yang menaungi sekolah tempat saya mengajar dulu.
Saat mengantarkan surat itu, ada sekitar 4-5 surat serupa yang tergeletak di meja tamu. Menurut pegawai UPT, saat hari-H Â acara pelepasan siswa, ada sekolah lain yang juga mengadakan perpisahan siswa. Untuk itulah, Kepala UPT akan menggilir sekolah mana yang akan didatangi. Tidak mungkin semua sekolah akan menjadi jujugan pejabat tersebut. Sekolah yang tidak didatangi Kepala UPT akan mendapat giliran tahun depan.
Sementara, saat mengisi acara di sekolah ibu saya di desa tadi, Kepala UPT di kecamatan itu, seorang ibu paruh baya sudah siap dengan motornya di sebuah warung makan kecil di Kota Kecamatan pagi buta.Â
Dari penuturannya, ia akan mendatangi 3 sekolah di wilayah naungannya. Ia gilir waktu untuk kegiatan tersebut dari pagi hingga menjelang sore mengingat cakupan wilayah yang sangat luas. Sekolah-sekolah di lingkungan tersebut, tampakanya telah menjadwal acara pelepasan siswa bergiliran, dari Senin hingga Sabtu. Tujuannya, agar Kepala UPT bisa hadir di semua sekolah.
Awalnya saya tidak percaya akan tingginya angka putus sekolah ini. Namun, suatu ketika saya melihat sendiri ibu saya menasehati dua siswa laki-laki yang secara fisik sudah cukup besar. Ibu menasehati mereka karena keduanya telah benar-benar mantap ikut ayah mereka ke luar kota bahkan keluar negeri untuk bekerja.
Menurut ibu saya, keduanya memang pernah tidak naik kelas selama 2 tahun. Jadi, secara usia, mereka telah matang dan semangat belajar mereka sudah mulai menghilang. Dari data pokok Kemendikbud, pada 2019 ini, meski angka putus sekolah menurun, namun masih cukup tinggi dan mengkhawatirkan. Faktor ekonomi menjadi salah satu faktor utama terjadinya putus sekolah.
Sementara itu, dukungan informasi dan akses lebih baik di kota membuat angka putus sekolah sangat rendah dan hampir nihil. Saya sudah mendapat jawaban sekolah impian murid-murid kelas 6, baik negeri ataupun swasta. Maka dari itu, pejabat daerah jarang sekali datang ke acara perpisahan.
Sementara, dengan teknis berbeda, dukungan orang tua murid di desa tak terlalu banyak terlihat pada acara pra perpisahan. Semua kegiatan lebih banyak dilakukan oleh para guru. Namun, jangan remehkan peran mereka saat acara perpisahan. Bisa-bisa, acara di kota kalah.
Layaknya acara hajatan pernikahan, perpisahan Kelas 6 juga dilakukan secara besar-besaran. Uniknya, segala keperluan mulai sound system, panggung, dan tata rias disumbang oleh wali murid yang memiliki usaha di desa tersebut. Jadi, dari kejauhan, rasanya seperti ada acara kondangan 7 hari 7 malam. Kondangan siswa-siswi yang mengakhiri masa sekolah mereka di sekolah dasar.
Ketiga, saya kerap mengamati hidangan yang diberikan saat acara ramah tamah. Sekolah di kota, dengan segala kemudahan fasilitasnya akan memesan makanan dari katering tertentu yang sudah siap di meja. Sementara itu, sekolah di desa yang saya datangi, memiliki cara yang cukup unik.
Wali murid diwajibkan membawa satu buah set makanan di dalam baskom besar. Di dalam baskom itu berisi nasi, lauk pauk, dan tentunya yang menjadi hal wajib adalah pithik ingkung (ayam potong 1 buah utuh). Pithik ingkung ini seakan menjadi syarat selamatan dari wali murid Kelas 6 bagi kelulusan siswa mereka.
Sekian, salam.