Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Modus "Teman Lama" Menjerat Saat Sahur

8 Mei 2019   03:23 Diperbarui: 8 Mei 2019   04:10 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. - Dokpri

Antara percaya dan tidak, saya masih ragu untuk menekansejumlah transferan uang sebesar 500.000 rupiah.

Bermula dari sebuah telepon yang masuk ke ponsel saya, suaradari seberang sangat saya kenal. Saya dengan spontan meyakini bahwa ia adalahH, rekan lama saya yang sedang bekerja di luar kota.

Dari ujung sambungan, terdengar nada lemah. Tak bergairah,dan menimbulkan tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Mengapa iaberganti nomor? Dan mengapa ia menelepon saat saya baru saja melakukan sahur?

Tanpa banyak waktu untuk sekadar otak saya menjawab, ialangsung memberikan rentetan keluh kesah mengenai persoalan finansial yangsedang menjeratnya. Ia mengatakan sedang butuh uang dan ia meminta sayameminjamkan uang yang harus segera saya transfer. Yang saya herankan, suaranya benar-benarmemelas dan tampak nyata.

Maka, saya pun menyanggupi akan mentransfer uang selepassalat subuh. Namun, saya masih heran ada apa gerangan dengan si H. Ketika akanmelakukan transferan, tiba-tiba saya ingin kepo sejenak dengan aktivitas dia. Sayaingat, beberapa hari sebelumnya, ia sempat mengunggah status baru mendarat diPapua. Nah, di ujung telepon yang saya dapat, ia mengaku sedang berada diKalimantan.

Untunglah, saya masih diselamatkan. Ia baru saja mengunggahfoto di tempat kerja dengan wajah sumringah dan masih berada di Papua. Lantas,siapa yang menelepon saya?

Saya pun  mengirimpesan DM di Facebook milik H. Berisi kronologi singkat seputar kejadian yangbaru saya alami. Dan ia membalas pesan saya segera. Ia mengatakan kondisinyabaik-baik saja dan tidak sedang dalam kesulitan finansial. Alhamdulillah, 500ribu bisa terselamatkan. 

Ketika sang penipu menelpon saya, saya hanya bisa memberikansatu kalimat singkat: "Kamu penipu, segera bertaubat atau kamu akan diazab!" 

Sudah, begitu saja. Singkat, padat, dan jelas. Saya takingin puasa saya banyak hilang pahalanya dan hanya bisa mengambil hikmah darikejadian ini.

Pertama, tentu dia mengetahui kelengahan saya. Waktu sehabissahur merupakan waktu yang rawan dan sering dilakukan oleh penipu untukmemperdaya korban. Walau, ada pula waktu-waktu lain yang juga harus diwaspadai.

Ketika sehabis sahur, rasa mengantuk masih menyergap. Bayangankenikmatan untuk tidur lagi sering menggelayut. Kalau tidak dialihkan untukpekerjaan atau mengaji, rasanya otak ini enggan untuk berpikir jernih selainkenikmatan kasur.

Nah, di sinilah celah bagi para penipu. Saat-saat rawantersebut, mereka gunakan untuk berbuat hal-hal yang tidak baik. Terlebih, jikaperut sudah kekenyangan yang akan menambah kemungkinan untuk penipu untukberbuat kejahatan. Kenyang, mengantuk, dan tidak fokus. Kombinasi yang pasuntuk ditipu.

Faktor kedua, dengan melakukan aksi di bulan Ramadan, parapenipu yang bergentayangan memanfaatkan pula rasa iba dalam momen bulan suciini. Ketika berpuasa, dorongan untuk melakukan amal kebaikan cukup besar. Ketikaada orang terdekat yang sedang mengalami kesusahan, maka akan timbul doronganpula untuk membantu. Celah ini cukup cerdik bisa dimasuki para penipu.

Intensitas mengunggah aktivitas kegiatan di media sosial dibulan Ramadan yang meningkat bisa juga menjadi faktor untuk mempermudah tindakkejahatan. Kegiatan kita akan dilihat oleh calon penipu dan mereka akanmengetahui kapan waktu di kala lengah. Saat itu, saya pernah menuliskan statustentang keadaan mengantuk selepas sahur dan bisa terbaca untuk semua orang. Bukansuatu kebetulan bukan?

Masih berhubungan dengan media sosial, mereka akan melihatdan menganalisis siapa saja rekan terdekat kita yang mungkin sedang berjauhandengan kita. Mereka akan memanfaatkan momen "nostalgia" untuk sekadar mengisisebentar memori di dalam otak kita. Rasa senang berhubungan dengan teman lamaakan mereka munculkan sambil membuka celah iba.

Dan yang paling fatal, saya memasang nomor kontak di akunsaya yang bisa dilihat siapa saja. Sejak saat itu, saya tak pernah memasangnomor kontak di media sosial manapun.

Kejadian yang saya alami merupakan pengingat bagi siapa sajauntuk tetap waspada terutama pada masa kritis seperti selepas sahur. Jika adapanggilan yang mengaku teman atau saudara lebih baik menghubungi orang terdekatdari orang yang kita sangka. Syukur-syukur, orang yang menjadi "kambing hitam"dalam usaha penipuan bisa kita minta informasi. 

Dan tentunya, di bulan suci ramadan ini, mengurangiaktivitas di media sosial sangatlah penting. Selain mengurangi kemungkinantindak kejahatan, dengan mengalihkan untuk kegiatan lain semacam tadarusAl-Quran, pikiran kita tak akan kosong. Kemungkinan untuk sejenak dimasuki olehrasa nostalgia dari penipu berkedok teman lama pun bisa diminimalisir.

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun