Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Kekuasaan Kepala Sekolah Seakan tak Tersentuh?

8 April 2018   09:16 Diperbarui: 9 April 2018   04:45 2572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa-siswi SMAN 2 Kota Malang saat menggelar demonstrasi menuntut Kepala Sekolah Dwi Retno mundur dari jabatannya, Kamis (5/4/2018). | Foto: SURYA/SYLVIANITA WIDYAWATI - Tribunnews.com

Bak kisah pelengseran Pemerintahan Orde Baru tahun 1998, ratusan siswa SMA Negeri 2 Malang menggelar demo besar-besaran menuntut sang Kepala Sekolah untuk turun dari singgasananya (5/4/2018). Ledakan amarah siswa dan wali murid sekolah yang terletak tak jauh dari flyover Kotalama ini mengebohkan masyarakat. 

Akun Lambe Turah bahkan secara khusus menayangkan detik-detik amarah massa yang sudah tak bisa lagi terbendung dan meneriakkan yel-yel agar sang Kepala Sekolah dicopot. Siswa-siswi kelas X hingga XII kompak memasang spanduk bertuliskan kecaman kepada Kepala Sekolah.

Usut punya usut, yang bersangkutan memang telah berbuat hal-hal di luar batas kewajaran. Semisal menyebut siswa pelanggar aturan sebagai (maaf) anak s*tan dan anak a**ing, melemparkan sepatu siswa ketika shalat dhuha, dan dugaan praktik tindakan korupsi. Serangkaian kasus yang menimpa sang kepala sekolah ternyata sudah sering terdengar pada sekolah-sekolah sebelumnya. 

Saya masih ingat, sang KS yang notabene menandatangi ijazah adik saya yang kebetulan bersekolah di seklolah itu juga pernah didemo. Kala itu, di tahun 2009, di sekolah negeri sebelah sekolah saya (kebetulan SMA saya satu kompleks) juga terjadi hal serupa. Dan, sang Kepala Sekolah yang didemo juga sama dengan saat ini. Setelah melakukan berbagai kali mutasi dan sempat menjadi pengawas sekolah, sang kepala sekolah tersebut akhirnya memimpin sekolah ini selama hampir empat tahun. Selama itu pula, tak terdengar keluhan negatif menganai yang bersangkutan. Hingga akhirnya, ledakan peristiwa itu pun terjadi.

Berkaca dari peristiwa tersebut, maka timbul pertanyaan, mengapa kasus seperti ini kerap terjadi? Mengapa cukup banyak terjadi aksi demonstrasi menuntut Kepala Sekolah mundur di berbagai daerah? Dan, mengapa tak ada proses pencegahan dini untuk menangani Kepala Sekolah seperti ini? Haruskah ada ledakan siswa dan wali murid dulu agar Kepala Sekolah yang bermasalah dan bertindak otoriter bisa dilengserkan? Apakah tak ada pengawasan kinerja yang efektif bagi Kepala Sekolah?

Dari beberapa literatur dan pengalaman saya memasuki dunia pendidikan di sekolah negeri, setidaknya ada beberapa hal yang menyebabkan Kepala Sekolah bisa berbuat otoriter dan menyalahgunakan kekuasaanya.

Pertama, pengawas sekolah yang kurang berperan dalam menjalankan tugasnya. Seperti yang kita ketahui, pengawas sekolah bertugas untuk memastikan bahwa standar pendidikan dilaksanakan di sebuah sekolah dengan cara melakukan inspeksi dan evaluasi, memberikan nasihat, bimbingan, dan dukungan bagi guru dan kepala sekolah. 

Dalam tugasnya ini, pengawas sekolah juga berperan memantau kondisi sekolah yang diawasinya apakah telah berjalan sesuai dengan 8 standar nasional pendidikan atau belum. Tak hanya memantau kinerja guru, namun pengawas sekolah juga wajib memantau kinerja Kepala Sekolah.

Fakta di lapangan menemukan cukup banyak pengawas sekolah yang tak menjalankan kinerjanya dengan baik. Dalam survei yang dilakukan ACDP Indonesia atau Pengembangan Kapasitas dan Analisis Pendidikanmenemukan bahwa pada umumnya pengawas dinilai tinggi untuk kompetensi "Sosial" dan "Kepribadian" dan rendah untuk "Penelitian" dan "Pengawasan Akademik". Meski hasil survei ini beragam untuk di tiap daerah, namun dapat menunjukkan sebuah rentetan potret tentang kepengawasan sekolah.

Rendahnya penelitian dan pengawasan akademik yang dilakukan memang bukan isapan jempol. Ketika saya masih betugas di sekolah, jarang sekali pengawas benar-benar datang untuk mengetahui kondisi real sekolah saya. Kedatangan pengawas biasanya dilakukan hanya pada momen-momen tertentu, semisal pemantauan bukti fisik perangkat pembelajaran bagi Guru PNS yang tersertifikasi, kegiatan ujian, dan ketika adanya bantuan barang atau buku cetak. 

Jumlah sekolah yang diawasi yang terlalu banyak ditambah dengan kegiatan pengawas yang padat pada even-even Diknas membuat frekuensi pengawas untuk datang ke sekolah sangat minim. Padahal, di dalam instrumen akreditasi, kehadiran pengawas seharusnya terjadwal tiap bulannya. Dalam setiap tatap muka antara pengawas dengan kepala sekolah dan guru juga harus tertulis bimbingan yang dilakukan oleh pengawas dan permasalahan yang dihadapi oleh sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun