Mohon tunggu...
ikrom gemilang
ikrom gemilang Mohon Tunggu... Administrasi - PRIA Penyuka Sate

bukan siapa siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pasca Pemilu, Indonesia Kembali Bersatu

2 Mei 2019   17:26 Diperbarui: 2 Mei 2019   17:58 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama menjadi jurnalis (2008-2017), baru di era Jokowi saya temukan keriuhan atau kekacauan setelah pemilu berlangsung. Seakan-akan, rakyat menjadi terbelah menjadi dua. Antara kubu capres petahana Joko Widodo- Ma'aruf Amin, dengan kubu rivalitasnya Prabowo-Sandiaga Uno.

Dinamika ini sudah terasa sejak pemilu 2014 silam. Dimana peserta yang ikut kompetisi masih persaingan antara Jokowi dan Prabowo. Hanya para pendampingnya saja yang berbeda (Jokowi bersama Jusuf Kalla, Prabowo Subianto bersama Hatta Radjasa). Meski akhirnya petarungan itu dimenangkan Jokowi.

Nah, dari sini lah muncul polemik atau asumsi politik masyarakat mulai terasa. KPU yang kala itu dipimpin (alm) Husni Kamil Manik tiba-tiba meninggal dunia dua tahun setelah Jokowi-JK dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Sebagian masyarakat menyangkutpautkan kematian mantan Komisioner KPU Sumbar tersebut dengan kemenangan Jokowi yang disinyalir curang. Konon dengan memanipulasi raihan suara di bagian Indonesia Timur (Papua).

Seketika dunia maya dibuat heboh dengan munculnya foto jenazah pria kelahiran 18 Juli 1975 tersebut tampak bintik biru pada sebagian tubuhnya (diduga meninggal tak wajar).   

Seiring waktu berjalan, isu tersebut menghilang. Hingga akhirnya kembali muncul di pemilu 2019. Tak hanya itu. Isu HAM atas kekerasan dan kematian tragedi trisakti ikut muncul ke permukaan. Tujuan yang sama, yaitu menyerang capres lawan. Begitu seterusnya.

Kini, kedua kubu masing-masing pendukung terus saling lempar isu. Padahal, pemilu sudah usai. Hanya saja, masyarakat diminta bersabar untuk mendengarkan atau menyaksikan hasil rekapitulasi resmi dari pihak penyelenggara yakni KPU Pusat pada tanggal 22 Mei mendatang.  

Kemudian, yang menarik disimak selanjutnya yaitu kepercayaan masyarakat terhadap parpol berbau keumatan merosot di pemilu tahun ini. Sesuai hasil hitung cepat, hanya sembilan partai yang memenuhi ambang batas minimal sebesar 4 persen dari total suara sah nasional pada pemilu 17 April kemarin. PDI Perjuangan mencetak sejarah menjadi partai pertama yang menang pemilu dua kali berturut-turut sejak era Reformasi (19-20 persen). Disusul Gerindra (12-13 persen), dan Golkar (10-11 persen).

Hasil dari analasis tulisan di atas sangat bertolak belakang dimasa kejayaan SBY selaku presiden ke 6 Republik Indonesia. Partai yang dikomandoinya pun berazaskan Nasionalis- religious. Tak satupun rakyat menjadi terbelah seperti sekarang ini meski mantan Jenderal bintang empat ini pernah menjabat selama sepuluh tahun memimpin tanah air. Indonesia begitu terasa damai. Tak ada perang gestur kubu. Tak saling hina. Semua menjadi satu persatuan. 

Kira-kira apa yang membuat semua ini terjadi? Apa karena pasangan capres nya hanya dua orang? Apa karena efek dari Presidential Threshold? Entah apapun namanya dan sebab nya, tak seharusnya kita bercerai berai seperti ini!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun