Mohon tunggu...
Ikmal Trianto
Ikmal Trianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Setengah mahasiswa setengah pekerja

Tukang nulis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memahami Hakikat Hidup

29 Agustus 2022   23:11 Diperbarui: 29 Agustus 2022   23:14 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kita berpikir jauh bahwa hidup merupakan hanyalah sesuatu dengan konsep yang sifatnya kebetulan atau justru hidup adalah suatu rangkaian perjalanan dengan semua alur dan ketetapannya. Apa fungsi akal yang diberikan pada manusia dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya? Bukankah kita diberikan kesempatan untuk berpikir dan memikirkan segala sesuatunya. Hakikat hidup berkaitan dengan apa itu hidup dan apa yang terkandung dalam tujuannya. Jika kita merunut lebih jauh lagi, maka pertanyaan yang bersinggungan adalah bagaimana sebenarnya konsep hidup ini?

Mengutip Mark Manson dalam bukunya, ia menuliskan bahwa apakah dalam hidup ini kita sudah melakukan hal yang layak kita lakukan untuk hidup. Kita tidak mengetahui mengapa kita mulai hidup dan semua terjadi begitu saja. Lalu kita punya kehidupan. Kita tidak tahu-menahu dari mana dan mengapa ada kehidupan. Jika kepercayaan kita mengatakan bahwa Tuhanlah yang memberikan kehidupan, maka ada sesuatu yang dahsyat disana. Kita berutang besar pada-Nya. Sama halnya jika kita tidak percaya Tuhan yang memberikan kehidupan ini. Kita juga merasa luar biasa beruntung atas hidup. Adakah sesuatu yang layak kita yang telah lakukan sehingga kita menerima kehidupan ini?

Mungkin kita sering bertanya pada diri sendiri tentang apa sebenarnya tujuan hidup, mengapa kita terlahir sebagai seseorang dalam tubuh ini, menanyai tentang mengapa dalam keluarga ini, mengapa tinggal di sini, serta mengapa lainnya. Dalam perspektif muslim, kita perlu meyakini bahwa terdapat konsep kehidupan di dunia serta di akhirat. Hingga berakhir pada surga ataupun neraka. Tentu kita semua menginginkan kebahagiaan dengan berharap perjalanan kita menepi di surga, bahkan orang jahat sekalipun memimpikan surga itu. Dalam kepercayaan muslim terdapat kutipan Al-Quran dalam surat Az-Zariyat ayat ke 56 yang berbunyi demikian: "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk semata-mata beribadah kepadaKu".

Bagi muslim yang meyakini ayat tersebut jelas tersurat bahwa tujuan kita hidup adalah untuk beribadah kepada Tuhan Allah. Tetapi sebetulnya ibadah yang dimaksudkan itu apa? Apakahnya hanya tentang aturan yang terikat dalam rukun Islam dengan meyakini adanya Allah dan melaksanakan ajarannya yang dinamai iman. Namun, iman itu bukanlah konsep hanya sebatas meyakini secara sepenuhnya keberadaan Tuhan itu sendiri. Melainkan memaknai konsep tersebut dalam implementasi yang dijalani pada kehidupan ini tanpa adanya keterpaksaan.

Dalam ajaran Buddha tujuan hidup terbagi menjadi tiga hal, Silena Bhogasampada yakni hidup bahagia, memperoleh kekayaan dunia dan dhamma atau hukum abadi, Silena Sugatim Yanti yaitu mati masuk surga serta terlahir di alam bahagia, kemudian Silena Nibbutim Yanti yang berarti tercapainya nibbana atau kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Sementara dalam kepercayaan umat kristiani tujuan hidup adalah untuk memenuhi tujuan Ilahi dan memuliakan Allah. Seperti dalam Kolose 3:17, 23 memuliakan tersebut dapat disebut sebagai way of life yang harus menggerakan dan menuntun manusia pada suatu cara hidup yang menyenangkan Allah.

Kaum Stoa dengan paham stoikisme menekankan manusia bijaksana yang hidup selaras dengan alam, mengendalikan afeksi-afeksinya, menanggung penderitaan secara tenang, dan tujuan hidupnya adalah "rasa puas" dengan kebajikan sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan.

Dalam semua perspektif spiritual maupun psikologis, tujuan hidup jelas dikatakan sebagai sebuah upaya yang dilakukan dengan berharap akan sesuatu sebagai timbal balik untuk memperoleh kebahagiaan dan kepuasan, baik batin ataupun lahir. Maka setiap orang akan berlomba mencari kebahagian itu sebanyak mungkin. Seolah tujuan itu adalah kompetisi. Kebahagian yang sifatnya relatif dipandang memiliki nilai-nilai yang harus dipenuhi setelah adanya upaya yang dilakukan.

Tentu hidup itu bukanlah mimpi, meski terkadang kita merasakan bermimpi dalam hidup ini. Bukan tidak mungkin kita terbuai dalam mimpi dan khayalan ataupun bentuk hidup yang ideal sesuai persepsi masing-masing. Hidup perlu dimaknai sebagai suatu realita yang harus kita hadapi, apapun risiko yang ada di dalamnya. Tapi yang paling penting adalah untuk menghidupi mimpi itu sendiri. Matt Haig menjelaskan tidak ada kehidupan tempat kau bisa terus-menerus berbahagia untuk selamanya. Mengkhayalkan kehidupan semacam itu hanya menumbuhkan semakin banyak ketidakbahagiaan dalam kehidupan yang tengah kita jalani. Kita tidak perlu memikirkan kehidupan, tetapi kita hanya perlu hidup.

Hidup bukanlah imajinasi berdasarkan pikiran kita sendiri. Hidup adalah ketetapan semesta dengan tiap-tiap bagian relativitasnya. Kebahagiaan dan kesedihan, senyuman dan luka, hitam dan putih, hidup dan mati merupakan garis-garis dengan polanya dalam suatu jalan yang telah ditentukan dalam istilah takdir. Bukankah kita sudah dengan sebagian mengalami tiap-tiap perbedaan relativitas hidup ini? Maka, tujuan hidup ini adalah melakukan sesuatu berdasar hakikat kita sebagai makhluk beragama, makhluk sosial dalam hak serta kewajiban yang ada. Kita memiliki hak untuk kebebasan dalam memilih dan menentukan sesuaut, tetapi kitapun mempunyai kewajiban berdasarkan keyakinan kita. Agama diciptakan dengan tujuan mengatur kehidupan manusia. Pun halnya akal diberikan untuk mengatur cara berpikir atas kehendak kita. Selain akal manusia juga mempunyai dorongan nafsu. Oleh karenanya penting untuk kita memahami diri kita sendiri dengan perspektif seluas-luasnya dari berbagai sisi ilmu pengetahuan. Dari sana kita akan mampu memahami tujuan hidup itu sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun