Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Dengan Membaca Kamu Mengenal Dunia, Dengan Menulis Kamu Dikenal Dunia"*

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Hutan Indonesia, Paru-paru Dunia yang Tertindas

31 Agustus 2020   21:37 Diperbarui: 2 September 2020   02:17 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi hutan. (sumber: SHUTTERSTOCK/Sergei Kornilev via kompas.com)

Suatu hari ketika saya melakukan riset, saya duduk termanggu sendirian sambil memandang hamparan hutan Leuser yang luas. Sesekali terdengar sayup gemericik arus sungai alas dari kejauhan. 

Hari itu menjadi hari yang sangat berarti buat saya, Hari di mana semua pertanyaan yang bergejolak dalam benak/batin saya serta pesan dan harapan masyarakat adat dalam seminar yang saya ikuti itu seakan terjawab sudah dengan sendirinya.

Ketika saya duduk termanggu sendirian sambil memandang hamparan hutan Leuser yang luas (foto dokumen pribadi).
Ketika saya duduk termanggu sendirian sambil memandang hamparan hutan Leuser yang luas (foto dokumen pribadi).
Dalam lamunan, saya merenung dan berfikir, waktu saya kecil hutan masih sangat bagus, tapi kurang termanfaatkan untuk kepentingan manusia. Kemudian saat saya remaja, Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dibuka dan mulai berkembang lalu terjadilah degradasi hutan. 

Sampai kemudian saya dewasa hingga sekarang kerusakan hutan semakin parah. Luas hutan berkurang hampir lebih dari 60 % untuk Sumatera saja.

Dari data-data Kementerian Kehutanan menunjukkan bahwa luas hutan Sumatera yang masih bagus paling tidak hanya sekitar 30 % dari luas seluruh Sumatera

Kemudian saya berfikir lagi, terkait media massa nasional yang dalam beberapa minggu terakhir khususnya saat menyambut Hari Hutan Indonesia yang jatuh pada 7 Agustus, memberitakan banjir besar yang terjadi di Aceh hingga Papua. 

Kejadian banjir besar seperti ini seringkali dikaitkan dengan kerusakan hutan. Kaitan tersebut membawa saya pada pertanyaan-pertanyaan, benarkah kerusakan hutan mengakibatkan banjir bandang? Atau kerusakan hutan terkait dengan manajemen pengelolaan yang diterapkan oleh pemerintah?

Tiba-tiba lamunan dan pikiran saya tersadar oleh kedatangan seorang bapak bersama seorang anak kecil. Wajahnya sepertinya tidak asing bagi saya. 

Betapa tidak, bapak itu adalah salah seorang peserta dan nominator penerima kalpataru dalam acara seminar yang saya ikuti waktu itu. Bapak itu juga katanya melihat dan memperhatikan saya saat acara tersebut. 

Sang bapak bernama Ibrahim ini adalah seorang masyarakat desa pemangku/komunitas adat penyelamat lingkungan hutan leuser yang tinggal di Desa Ketambe di anak Sungai Alas kawasan ekosistem Leuser Aceh Tenggara. Beliau sangat bersyukur menjadi nominator walaupun tidak menang.

Foto: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh.
Foto: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh.
Yang saya ketahui, penduduk setempat Ketambe memiliki keramahtamahan dan juga secara alami berpengetahuan terutama menyangkut hutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun