Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilarang Tapi Tetap Wisuda, Kenapa Bisa?

1 Mei 2025   11:59 Diperbarui: 1 Mei 2025   11:59 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wisuda anak PAUD (Unsplash/ Mufid Majnun)

"Mengapa harus repot-repot pakai toga, foto-foto mahal, dan sewa gedung megah hanya untuk melepas anak-anak kita dari TK sampai SMP? Bukankah ijazah, sesimpel kertas A4, sudah lebih dari cukup?" keluh seorang ibu di ruang tengah rumahnya, sambil menatap tagihan acara wisuda putrinya yang tiba-tiba mendarat di grup WhatsApp orang tua murid.

Jika kita menelisik kelarutan pepatah lama, "toga bukan jaminan masa depan, tapi kenangan yang tertata rapi," terasa ada benarnya.

Namun, di satu sisi, kita juga tidak bisa mengabaikan hasrat anak-anak yang sejak TK sudah menunggu momen mereka tampil layaknya selebritas TikTok: jubah panjang, topi persegi, ijazah di tangan, kamera berderet di depan.

Kini, "seremoni wisuda" di tingkat sekolah---dari PAUD hingga SMP---telah menjadi ritual yang sulit dihindari.

Kalau tidak awas, reputasi sekolah akan dinilai "cuap-cuap" kalau tidak menggelar upacara sakral ini.

Di sisi lain, orang tua yang ekonominya pas-pasan bisa menjerit: bagaimana menyiapkan dana hingga Rp500.000--Rp1.500.000 per anak, padahal di saat yang sama mereka harus menabung untuk seragam baru dan tas sekolah anak yang belum tentu muat sampai SMA?

Bayangkan, bila di sebuah SMP negeri di Palu saja, ratarata biaya wisuda mencapai Rp750.000 per murid---itu belum termasuk biaya cetak buku tahunan, konsumsi, dan dekorasi balon yang Instagrammable.

Kalau sekolah Anda punya 200 murid, maka minimal Rp150 juta harus terkumpul. Angka ini bukan gertakan belaka, melainkan hasil survei kecil-kecilan yang saya lakukan kepada beberapa kepala sekolah dan orang tua murid di Kota Palu.

Sah-sah saja bila ada yang bilang, "Itu kan awalan, biar anak-anak paham makna perpisahan." Tapi, ketika perayaan itu bergeser menjadi panggung iklan kakak alumni, sponsor lokal, dan oppo-presiden sekolah yang ingin unjuk gigi, tiba-tiba kita bertanya: apakah anak benar-benar memerlukan begitu banyak kilau?

Kisah Aura Cinta, remaja SMA yang berdebat panas dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tentang larangan wisuda sekolah, mungkin hanya puncak gunung es.

Tapi di balik viralitasnya, ada realita yang lebih dalam: bagi banyak keluarga, biaya wisuda bukan sekadar "Rp1 juta doang" seperti anggapan Dedi, melainkan setara dengan uang makan dua minggu atau biaya les anak selama setahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun