Bayangkan jika pemimpin negara kita tiba-tiba memberlakukan kebijakan yang membuat harga sembako melonjak, memenjarakan warga di negara lain, atau memotong program beasiswa hanya karena alasan politis.
Kira-kira, apa reaksi kita? Marah? Cemas? Atau justru bersemangat karena merasa ada "angin perubahan"?
Nah, inilah yang sedang dirasakan rakyat Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump yang kembali ke Gedung Putih.
Menurut jajak pendapat terbaru The New York Times dan Siena College, 56% warga AS menganggap Trump telah "melampaui batas" dalam menjalankan kekuasaannya.
Lebih dari tiga perempat responden (76%) bahkan menilai kinerjanya dalam mengurus ekonomi buruk. Sebagai orang awam, kita mungkin bertanya: Apa yang sebenarnya terjadi di negeri Paman Sam?Â
Pertama, mari kita lihat angka-angka yang bikin geleng-geleng ini. Survei yang dilakukan pada 21-24 April 2025 terhadap 913 pemilih terdaftar itu menunjukkan bahwa 54% masyarakat AS tidak menyetujui cara Trump memimpin.
Jika diibaratkan, ini seperti 10 orang tetangga di kompleks perumahan, di mana 5-6 orang sudah muak dengan gaya kepemimpinan ketua RT yang suka seenaknya menaikkan iuran tanpa musyawarah.
Masalahnya, Trump bukan sekadar ketua RT. Dia punya kuasa untuk mengubah tarif impor, memberangus program keberagaman, hingga mengirim pasukan ke perbatasan Meksiko.
Dan menurut survei, 66% warga AS menggambarkan periode kedua Trump sebagai "kacau" (chaotic), sementara 59% menyebutnya "menakutkan" (scary).Â
Tapi di tengah kekacauan, ada 42% yang masih merasa kepemimpinannya "menarik" (exciting). Ini seperti menonton drama keluarga di televisi: meski penuh konflik, rating-nya tetap tinggi karena penonton penasaran, "Apa lagi yang akan terjadi?"