Pernahkah Anda melihat anak tetangga yang dengan lahap menyantap brokoli kukus atau wortel rebus tanpa perlu diiming-imingi tontonan YouTube?
Atau mungkin justru anak Anda sendiri menutup mulut rapat-rapat begitu melihat sayuran di piring, kecuali jika ada gadget yang menemani?Â
Di Indonesia, fenomena anak picky eater atau pilah-pilih makanan kerap diatasi dengan cara "damai": menyuapi sambil menayangkan video Baby Shark atau Upin-Ipin.Â
Tapi coba tengok ke Jepang. Di sana, anak-anak kecil sudah terbiasa menghabiskan bento berisi sayuran segar, ikan, dan nasi tanpa drama. Apa rahasianya? Ternyata, kuncinya bukan pada gadget atau iming-iming hadiah, melainkan pada pola asuh yang mengakar pada disiplin dan edukasi --- mirip dengan konsep Parenting VOC, tapi dibalut dengan kelembutan khas budaya Timur.
Di Jepang, ada filosofi bernama shokuiku yang berarti "pendidikan makan". Ini bukan sekadar mengajarkan anak cara menggunakan sumpit, tapi juga menanamkan rasa hormat pada makanan sejak dini.Â
Di sekolah-sekolah, anak-anak SD tidak hanya belajar matematika, tapi juga terlibat langsung dalam menyiapkan makan siang mereka. Mereka bergiliran menjadi "petugas makanan" yang bertugas membagi porsi, menyajikan ke teman-teman, dan membersihkan meja setelahnya.Â
Proses ini membuat mereka paham bahwa setiap suapan di piring adalah hasil kerja keras petani, nelayan, dan koki. Ketika anak melihat langsung jerih payah di balik sepiring makanan, keinginan untuk memilih-milih pun berkurang. Mereka belajar bahwa makan bukan sekadar mengisi perut, tapi juga ritual untuk mensyukuri alam.
Orang tua Jepang juga tidak mengenal kompromi dalam hal aturan makan. Jika anak menolak sayur, tidak ada menu pengganti seperti nugget atau mi instan.Â
Tapi yang menarik, mereka tidak memaksa dengan ancaman. Sebaliknya, ada kebiasaan unik bernama "One Bite Rule": anak diharuskan mencoba satu gigitan kecil dari makanan yang tidak disukainya.Â
Jika setelah itu tetap tidak mau, orang tua tidak memaksakan. Namun, keesokan harinya, makanan yang sama akan muncul lagi di meja --- dengan penyajian yang mungkin lebih menarik. Dengan cara ini, anak tidak trauma, tetapi secara perlahan belajar beradaptasi dengan rasa baru.