Jika ada kontes sayuran paling "polos tapi mencuri hati", kacang panjang pasti juaranya. Namanya saja sudah jujur. Dipotong serapi apa pun, tetap disebut "panjang".
Seperti cinta monyet zaman SD yang meski sudah berlalu puluhan tahun, tetap saja dikenang sebagai "cinta pertama".
Tapi jangan salah, di balik kesederhanaannya, kacang panjang goreng punya daya magis yang bikin lidah bergoyang---bahkan bisa mengalahkan nasi dalam pertarungan di piring makan. Percayalah, saya sudah membuktikannya.Â
Kisah cinta saya dengan kacang panjang goreng dimulai sejak usia dini. Saat teman-teman sibuk berebut ayam goreng atau bakso, saya justru mengincar tumpukan kacang panjang goreng di meja makan.
Potongan 2-5 cm yang digoreng dengan bawang, tomat, dan sentuhan pedas itu seperti orkestra rasa: renyah di gigitan pertama, manis di tengah, dan pedas yang menyelinap di ujung lidah. Rasanya seperti mendengar lagu campursari---tradisional, tapi bikin ketagihan.Â
Titik puncaknya terjadi di tahun 2000-an, saat saya bertugas ke Yogyakarta. Di sela acara resmi dengan menu hotel yang serba "wah", saya dan seorang teman dari Jember menyelinap ke warung siap saji di Malioboro.
Di sana, saya menemukan holy grail: kacang panjang goreng yang manisnya setara kolak! Saking tak kuasa menahan diri, saya mengambil kacang panjang lebih banyak ketimbang nasi.Â
"Mbak, ini sayur atau dessert?" tanya saya setengah bercanda. Si mbak hanya tersenyum, mungkin berpikir, "Orang ini gila, tapi duitnya sah."Â
Resep Rahasia: Kacang Panjang Goreng ala NostalgiaÂ
Bagi yang penasaran, inilah resep sakral yang bisa membuat kacang panjang menjelma jadi "dewa" di piring Anda:Â