Matahari belum mencapai puncak, tapi panasnya sudah menyengat. Butiran pasir berhamburan dari gerakan sekop besi yang diayunkan Kardi, seorang buruh sekop di Sungai Palupi, Kecamatan Tatanga, Kota Palu.
Tangannya bergerak ritmis: menyendok, mengangkat, melempar. Pasir timbunan dari dasar sungai itu berdesakan masuk ke bak truk kosong, membentuk gundukan yang perlahan memenuhi ruang. Keringat mengalir deras dari pelipisnya, membasahi baju lusuh yang melekat di tubuh.
Tapi ia tak berhenti. Di tengah Ramadan, di antara debu dan terik, Kardi memilih untuk tetap berpuasa. "Yang penting torang tidak tergoda," ujarnya, menyebut kata "kita" dalam bahasa Palu, sambil menyeka wajah dengan lengan baju. Â
Sejak jam 10 pagi, perutnya kosong. Tapi tenaganya tak surut. Bagi Kardi dan rekan-rekannya---para buser (buruh serok) yang menggantungkan hidup pada timbunan pasir Sungai Lewara, Ramadan bukan alasan untuk berhenti bekerja.Â
Justru di bulan ini, mereka berjuang dua kali lipat: menahan lapar, dahaga, dan lelah fisik, sembari memastikan truk-truk pengangkut pasir terus berisi.Â
"Cuan (uang) jangan tergerus," katanya berfilosofi. Setiap lembar rupiah yang ia kumpulkan dari menyekop pasir akan menjadi bekal selama bulan Ramadan, untuk  membeli baju Lebaran, berzakat fitrah, dan memastikan keluarganya tak kekurangan di hari raya. Â
Di Sungai Palupi, kerja fisik seperti ini memang tak kenal kompromi. Menyekop pasir ke truk bukan sekadar mengandalkan otot, tapi juga ketahanan mental. Satu truk penuh dihargai Rp200.000, dibagi rata ke empat hingga enam buser. Artinya, dalam sehari, Kardi harus mengisi setidaknya lima truk untuk membawa pulang Rp50.000--Rp75.000.Â
Di bulan Ramadan, jam kerjanya dipadatkan: mulai pukul 10 pagi hingga jelang Zuhur, lalu istirahat sejenak sebelum kembali bekerja pukul 2 siang hingga pukul 4:30 sore.Â
Bagi yang tak berpuasa, waktu kerja bisa dimulai lebih pagi---dari pukul 8 pagi hingga 5 sore. Tapi Kardi memilih menahan diri. "Sudah 10 Ramadan saya menyekop. Tubuh sudah terbiasa," ujarnya. Â
Godaan untuk membatalkan puasa kerap datang. Apalagi di tengah lonjakan harga kebutuhan pokok yang membuat banyak  buser memilih tak berpuasa demi bisa bekerja lebih lama. Tapi Kardi bergeming. Baginya, Ramadan adalah momentum mengumpulkan pahala sekaligus rezeki. Ia tak ingin kehilangan keduanya.Â