Mohon tunggu...
Muhammad IkhsanIskandar
Muhammad IkhsanIskandar Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa IAIN Samarinda

Penulis yang baru belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia, dari Bahasa Nasional Menjadi Bahasa Dunia

23 Desember 2019   20:01 Diperbarui: 23 Desember 2019   20:38 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang guru besar Linguistik, Bambang Kuswati Purwo menegaskan bahwa Bahasa Indonesia berada di urutan ketiga setelah Bahasa Spanyol dalam postingan-postingan WordPress, lalu ditetapkan sebagai bahasa resmi kedua di Vietnam. Kemudian fakta itu diperkuat oleh Kemenlu RI (Diplomasi, No. 106 tahun X) setidaknya ada 52 negara asing yang membuka program Bahasa Indonesia (Indonesian Language Studies). Selain itu, Bahasa Indonesia memiliki penutur asli terbesar kelima di dunia. Bahasa Indonesia yang tersebar di luar negeri sebanyak 4.463.950 orang dan menjadi bahasa terpopuler di Australia. Pengajaran bahasa Indonesia dilakukan di berbagai lembaga di AS, Maroko, Mesir, Korea, Suriname, Australia, Vietnam, Ukrania, Kanada, dan Jepang. Sebanyak 75 dari 800 PT di Jepang mengajarkan Bahasa Indonesia.

Di sebuah postingan Squline.com, mengatakan setidaknya ada 5 fakta kelebihan bahasa Indonesia. Salah satunya adalah, Bahasa Indonesia menjadi menjadi salah satu bahasa yang paling populer di Australia. Lebih dari 500 sekolah dasar yang turut serta mengajarkan bahasa Indonesia di dalam materi ajar mereka. Bahkan di beberapa universitas juga menyediakan mata kuliah khusus yang mengajarkan bahasa Indonesia. Dan bukan hal yang tidak mungkin jika nantinya bahasa Indonesia akan menjadi bahasa dunia setelah bahasa Inggris atau bahasa Arab.

Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia sendiri merupakan sambungan yang tidak langsung dari Bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu Bahasa Melayu masih juga digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah Hindia Belanda, sedangkan Bahasa Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.

Di Indonesia sendiri sudah sepatutnya kita untuk turut senang akan banyaknya negara-negara asing yang mengajarkan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Pengajaran Bahasa Indonesia di berbagai negara asing menunjukkan bahwa bahasa Indonesia memiliki kemajuan untuk bisa menjadi sebuah bahasa yang nantinya akan menjadi bahasa Internasional layaknya bahasa Inggris. Dan sudah sepatutnya sebagai masyarakat Indonesia untuk bangga dengan bahasa yang telah ditetapkan sebagai bahasa persatuan ini.

Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa negara. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV pasal 36 yang berbunyi "Bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan dala segala aktivitas kenegaraan, seperti upacara, peristiwa kenegaraan, dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya."

Kemudian dalam dunia pendidikan bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa pengantar untuk semua jenjang dan strata. Hal ini ditegaskan oleh pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 29 Ayat 1 yan berbunyi "Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional." Artinya, semua mata pelajaran umum wajib menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya.

Lalu, apakah mungkin bahasa Indonesia akan bertransformasi dari bahasa negara menjadi bahasa Internasional? Menurut saya, sangat mungkin. Apalagi didukung oleh banyaknya negara-negara yang menjadikan bahasa Indonesia masuk dalam materi ajar mereka. Dan juga menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua, seperti di Vietnam. Jika begitu, sebagai warga negara Indonesia jangan justru malah lebih sering menggunakan atau mempelajari bahasa Inggris. Karena faktanya mampu berbicara bahasa Indonesia tetapi tak tahu aturan-aturan dalam menggunakan bahasa itu sendiri. Seperti contohnya, semua orang mengerti berbicara bahasa Indonesia tetapi tak semua orang paham tentang aturan-aturan seperti misalnya bahasa baku atau non baku.

Namun, seiring dengan semakin majunya bahasa Indonesia tetapi tak dibarengi oleh sikap masyarakatnya itu sendiri. Bambang Kuswati Purwo menjelaskan bahasa Indonesia tak lagi dikuasai oleh sebagian di antara anak-anak Indonesia masa kini. Mereka mulai beralih jadi penutur yang lebih fasih berbahasa Inggris daripada berbahasa Indonesia sendiri.

Gejala "nginggris" ini oleh Remy Silado dianggap sebagai "gejala keremajaan", atau dalam bahasa Prancis disebut "juvenil delinquante", ketidakberdayaan kultural terhadap suatu realitas tatanan global yang sering ditakar melalui identitas kacamata kebudayaan Amerika yang diniagakan secara mendunia. Sikap ini oleh Koentjaraningrat disebut "sikap tuna harga diri" yang membawa orang beranggapan bahwa produk lain atau bangsa lain lebih bermutu dan berharga.

Banyak orang yang acapkali mengkampanyekan untuk beralihlah dari barang luar ke barang dalam negeri. Tetapi dalam kebahasaan sendiri, mereka justru secara tidak langsung mengatakan bahwa diri mereka adalah orang yang tak bisa memegang omongannya. Mengapa? Jawaban yang tepat adalah kembali berbentuk pertanyaan. Apakah bahasa tidak termasuk dalam "barang"? Memang tidak salah jika mempelajari bahasa asing, tapi jangan justru menggeser bahasa Indonesia yang semulanya menjadi bahasa negara justru lebih sering menggunakan bahasa Inggris. Atau fenomena sekarang adalah gado-gado bahasa. Mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam bahasa sehari-hari. Apakah itu namanya bukan masih menggunakan barang luar? Lalu, untuk apa mengkampanyekan barang lokal lebih baik? Bukankah bahasa Indonesia juga termasuk dalam barang lokal yang seharusnya juga diperhatikan?

Sikap negatif ditujukan juga oleh pemerintah. Permenaker no. 12 tahun 2013 yang mewajibkan tenaga kerja asing untuk menguasai bahasa Indonesia, direvisi dengan Permenaker no. 16 tahun 2015, sehingga asing yang bekerja di Indonesia tidak perlu menguasai bahasa Indonesia. Kemudian, Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017 yang mengharuskan jurnal internasional yang diterbitkan di Indonesia harus berbahasa resmi (PBB Arab, Inggris, Perancis, Rusia, Spanyol, dan Tiongkok).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun