Mohon tunggu...
ikhsan bang haji
ikhsan bang haji Mohon Tunggu... Lainnya - adalah seorang pegawai desa di Desa Wanayasa

Menyukai menulis dan concern terhadap pemerintahan desa dan gerakan belanja di warung tetangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gagasan 3 Menteri Vs Gagasan Bupati Purwakarta (Dulu)

17 Maret 2021   00:01 Diperbarui: 17 Maret 2021   00:11 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SKB 3 MENTERI VERSUS PERBUP PURWAKARTA NO. 69/2015

Belum lama ini terbit SKB 3 menteri tentang peraturan seragam siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. SKB 3 menteri ini menyusul "kasus" tentang peraturan menggunakan jilbab di salah satu sekolah di Sumatera Barat.

Entah apa yang ada di pikiran para Menteri ini, hingga tak berselang lama mereka bersepakat mengeluarkan surat keputusan Bersama, antar Menteri Pendidikan, Menteri dalam negeri dan Menteri agama. Mungkin biar terlihat akomodatif, bijaksana, mendukung pluralisme atau cari panggung dengan memanfaatkan venue agama?

Pada Diktum KETIGA SKB 3 Menteri tersebut sangat jelas dan tegas pesannya yaitu melarang pemerintah daerah dan pihak sekolah untuk "mengatur" tentang seragam sekolah dengan kekhasan agama tertentu.

Begini bunyinya:

"Dalam rangka melindungi hak peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam dictum KEDUA, pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, mengimbau, atau melarang penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu"

Banyak orang setuju dengan keputusan tersebut, ya tentu saja mereka yang merasa diri paling Pancasilais dan paling toleran. (Pokonya ga ada deh orang lain yang lebih toleran dari dia ... hehe). Tetapi banyak pula yang menyayangkan isi dari SKB 3 Menteri ini dengan alas an apalah arti pelajaran agama jika pemerintah dan atau sekolah dibatasi kewenangannya untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam agama tersebut.

Menggunakan jilbab misalnya, kita asumsikan sebagai "pakaian kekhasan agama tertentu (Islam), tak hanya khas, tetapi syariat Islam mewajibkan wanita termasuk siswi tentunya untuk menggunakan penutup kepala yang kita artikan dalam istilah sehari-hari sebagai jilbab. Tetapi di sisi lain, pemerintah malah melarang sekolah dan pemerintah daerah sebagai pemangku kebijakan Pendidikan di daerah untuk mengajarkan atau menghimbau peserta didiknya untuk menjalankan syariat tersebut melalui SKB 3 Menteri tadi. Lucu dan tidak masuk akal.

Flashback 5 tahun yang lalu, di Purwakarta yang bagi sebagaian orang menyebut Purwakarta sebagai Kota Syirik (hehe.....) tepatnya di tahun 2015, terbit sebuah peraturan Bupati Purwakarta No. 69 tentang Pendidikan berkarakter, di mana di dalamnya mengatur tentang "kekhasan agama tertentu", tak hanya pakaian di perbup ini juga diatur tentang himbauan berpuasa Senin-Kamis bagi peserta didik yang beragama Islam. Aturan tersebut termuat dalam pasal 9 tentang Pakaian Seragam Sekolah dan pada Pasal 10 tentang Pengamalan Nilai Agama.

Di kedua pasal tersebut mengatur tentang penggunaan pakaian muslim/Muslimah bagi peserta didik beragama Islam dan mewajibkan puasa Senin-Kamis bagi peserta didik yang beragama Islam.

Loncat ke tahun 2020

Saya baca di beberapa media online, peraturan bupati Purwakarta tersebut ternyata "dikomplain" oleh Komisi Nasional Perempuan melaui suratnya dengan nomor: 46/NAKTP/GK PK/XI/2020 kepada Bupati Purwakarta saat ini. Komnas Perempuan menganggap pasal-pasal yang terkandung dalam perbup 69 tadi mengandung unsur pemaksaan terhadap keyakinan.

Mewajibkan berbusana muslim dan anjuran puasa senin-kamis dianggap sebagai pemaksaan pemerintah daerah melalui sekolah terhadap peserta didik. Sungguh sebuah komplain yang tidak dapat diterima akal sehat.

Sederhananya begini, pemerintah mengatur bahwa Pendidikan agama adalah bagian dari kurikulum yang diajarkan di sekolah, agama yang diajarkan disesuaikan dengan keyakinan peserta didik dalam hal ini agama Islam bagi mayoritas peserta didik di Purwakarta. Islam mewajibkan menutup aurat (hingga ujung rambut) bagi perempuan, termasuk siswi sekolah tentunya. Islam juga mengajarkan sunnah puasa senin-kamis.  Tetapi saat pemerintah daerah melalui sekolah mengingatkan akan ajaran-ajaran tersebut dianggap pemaksaan dan diskriminatif oelah komnas perempuan.

Sampe abis kopi satu renceng-pun saya tak dapat menemukan alasan tepat tentang hal tersebut.

Oh iya, tak hanya perbup 69, Komnas Perempuan juga mengkomplain peraturan bupati Purwakarta nomor 2 tahun 2015 tentang persyaratan tambahan kenaikan kelas pada jenjang Pendidikan dasar. Dimana pada peraturan tersebut mensyaratkan siswa mempunyai kemampuan bercocok tanam skala "wajar" dan siswi mempunyai kepandaian mengerjakan keterampilan perempuan skala "wajar" sebagai salah satu syarat kenaikan kelas. Ini juga dianggap sebagai sebuah hal yang diskriminatif oleh komnas perempuan.

Padahal justru saya fikir dalam hal ini pemda Purwakarta mencoba menanamkan banyak hal positif dalam peraturan tersebut. Mencintai lingkungan, bakti pada orang tua, peningkatan keterampilan, serta mengajarkan nilai sosial kemasyarakatan yang menjadi tujuan Pendidikan pada akhirnya.

Saya tidak tahu nasib peraturan Bupati nomor 69 sekarang pasca terbitnya SKB 3 Menteri ini, apakah masih berlaku dan akan tetap dipertahankan melalui argument-argumen cerdas dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta? Ataukah pada akhirnya akan tunduk pada penalaran sempit SKB Menteri versi KLB ini? Hehe....

Harapan saya sebagai warga Purwakarta dan penyuka "ribut" sih Peraturan Bupati ini tidak dicabut kecuali memang dalam rangka penyempurnaan dan berharap pemerintah daerah wajib ngotot untuk mempertahankan idenya yang dituangkan melalui peraturan bupati tentang Pendidikan berkarakter ini.

Yaaaa seru juga tuh kalau Si Menteri Gojek itu didebatin sama bos Ipung!

Salam

Pagawe Desa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun