Mohon tunggu...
Ikhlas Prasongko
Ikhlas Prasongko Mohon Tunggu... Administrasi - IT/Pendaki/Fotografer

Penikmat kata/gambar/nada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kereta Api Riwayatmu Dulu

29 September 2022   14:31 Diperbarui: 30 September 2022   10:35 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia kereta api yang saya kenal saat kecil hanyalah tentang stasiun dan rel-nya. Stasiun dan rel menjadi salah satu jalur alternatif menuju sungai dimana tempat  bermain air atau ke sawah untuk memancing belut.

Saat berjalan kaki di rel kereta api harus-lah waspada, bukan hanya sewaktu-waktu ada kereta api yang akan lewat, tapi juga dibutuhkan konsentrasi di sepanjang lintasan. Karena sering ditemui ‘ranjau-ranjau’ yang tidak sedap dan bisa membuat perut mual saat menginjaknya.

Saat itu toilet kereta api belum dilengkapi dengan septic tank. Lintasan kereta api menjadi septic tank terbuka terpanjang di Indonesia. Oleh karena itu di setiap toilet kereta api selalu ada papan bertuliskan ‘Gunakan toilet saat Kereta Api Berjalan’. Karena apabila penumpang menggunakan toilet saat kereta api berhenti, maka bisa dipastikan semerbak aromanya di setiap stasiun.

Sampai kuliah belum pernah merasakan naik kereta api. Belum jadi kebutuhan dan memang belum pernah ada yang mengajak naik kereta api. Sampai akhirnya saat sudah bekerja di luar kota tepatnya di Jember, pengalaman pertama naik kereta api ekonomi saat berangkat kerja dari Stasiun Kota Malang. Mencoba suasana lain, karena biasanya menggunakan bus sebagai sarana transportasi.

Kereta api berangkat pagi dan gerbong sudah hampir penuh oleh penumpang. Saat tiba di stasiun Bangil, banyak penumpang naik sehingga beberapa penumpang sudah tidak kebagian kursi dan duduk di koridor dan di bordes.

Pengalaman pertama ini langsung mengalami kejadian yang mengejukan, tapi mungkin tidak demikian bagi yang sudah biasa menjadi penumpang kereta api. Kejadiannya adalah saat meninggalkan stasiun bangil menuju Probolinggo, melewati bentangan sawah yang luas, tiba-tiba terdengar suara keras seperti benda keras yang menghantam kaca jendala. Begitu kerasnya membuat ibu-ibu dalam satu gerbong menjerit serentak. Untung saja tidak ada pecahan kaca yang menciderai penumpang. Kata bapak yang di sebelah, daerah ini memang sering ada kejadian pelemparan batu oleh warga setempat. Selain batu kadang dilempari air dalam kantong plastik.

Menjelang siang hari, kaca jendela banyak yang dibuka dibuka agar sirkulasi udara bisa jalan sehingga bisa mengurangi kegerahan karena gerbong tanpa AC. Jika ada lemparan air, berdoalah yang dilempar adalah air bersih. Jika tidak maka bisa jadi petaka.

Mengapa sampai ada pelemparan ? Apakah cuma kelakuan dari anak iseng? Apakah pelemparan sebagai bentuk protes karena kereta api meninggalkan banyak ranjau sehingga mengganggu kenyamanan warga sekitar? Atau ada sebab lainnya?

…Entahlah.

Saat kereta api berhenti di stasiun Klakah, penumpang yang naik tidak seberapa. Lebih banyak pedagang asongan. Menambah kelengkapan barang-barang yang dijual, Makanan dan minuman tambah komplit, krupuk rambak, kripik pisang. rengginang, tahu goreng, jagung rebus, kacang bawang, kedelai. Macam-macam mainan anak mulai buku mewarna, boneka, terompet, mobil-mobilan. Peralatan dapur juga ada, sutil, entong, hulek-hulek. Saat itu gerbong kereta api layaknya pasar tradisional yang berjalan diatas rel.

Kegigihan penjual asongan dalam menawarkan barang dagangannya ini luar biasa. Betapa tidak mereka harus punya badan yang luwes dan kuat. Melewati penumpang yang berjejal di sepanjang gerbong sambil membawa barang dagangannya. Untuk melangkah harus memperhatikan keseimbangan dan memastikan ada sedikit ruang untuk pijakan kaki. Jika salah menginjak atau hilang keseimbangan, jeritan kesakitan penumpang yang kakinya terinjak atau makian-lah yang akan terdengar.

Gerbong penuh penumpang sudah menjadi pemandangan yang lumrah. Penuh diartikan tidak ada tempat sejengkalpun yang kosong. Mulai dari koridor sampai di bordes. Ada yang rela di depan pintu toilet. Sepanjang jalan menutup hidung, tapi juga ada yang sudah terbiasa seolah-olah sudah kebal menghirup aroma toilet yang selama di perjalanan tidak pernah dibersihkan oleh petugas.

Pemandangan bukit-bukit yang hijau dari Klakah menuju Jember menjadi penyegar suasana, angin yang masuk benar-benar menjadi angin surga. Bukan hanya bisa mengusir kegerahan, tapi juga mengusir bau tidak sedap dari toilet.

Sampai di stasiun Jember sudah sore, pengalaman naik kereta api dari Malang ke Jember ini cukup sekali saja. Karena jam keberangkatan yang tidak tepat. Kurang pagi dan datangnya kesorean. Sehingga transportasi berikutnya kembali menggunakan bus. Dengan naik bus pagi-pagi, tiba di Jember masih siang dan bisa langsung masuk kerja shift-2.

Setelah mendapatkan pekerjaan di Surabaya dan berteman dengan rekan kerja dari Bangil. Dimana dia sering menggunakan transportasi kereta api sejak kuliah. Maka kereta api menjadi alternatif transportasi saat pulang ke Malang. Sering kami mengobrol di dalam kereta membicarakan banyak hal tentang pengalamannya menjadi penumpang kereta api.

Dia sampai hafal dengan penumpang lainnya. Baik penumpang yang jadi abonemen atau penumpang biasa. Karena hampir setiap hari ketemu dan biasanya tempat duduknya di gerbong yang sama. Jika ada satu teman sesama penumpang yang tidak kelihatan pasti akan akan jadi pertanyaan. Ketemu setiap hari di dalam gerbong tidak hanya dalam hitungan bulan, tapi sudah dalam hitungan tahun. Bahkan ada sampai membuat arisan penumpang di gerbong Kereta Api.

Dari teman yang sudah jadi penumpang setia ini, saran agar bisa nyaman menjadi penumpang Kereta Api adalah datang lebih awal saat di loket. Karena saat itu tidak melayani pemesanan tiket sebelum hari-H. Tiket tidak dibedakan dapat kursi atau berdiri. Begitu tiket sudah di tangan dan kereta api sudah tiba, langsung ke gerbong mencari kursi kosong. Saat ramai, begitu ada yang kosong langsung ambil dan jangan pilih-pilih kursi. Siapa cepat dia yang dapat.

Menjadi penumpang kereta api, sebenarnya banyak kesempatan mendapatkan teman lebih banyak. Karena posisi duduk yang saling berhadapan sangat tepat untuk menciptakan obrolan dengan penumpang lain, sehingga bisa dibuat untuk mengisi waktu selama perjalanan. Tapi karena sebelumnya sudah terbiasa menggunakan bus, kebiasaan tidur masih terbawa saat naik kereta api. Jikapun sudah bangun, lebih sering menjadi pendengar. Jarang terlibat langsung dalam obrolan, sesekali saja itupun jika ada penumpang lain yang tanya.

Lain kejadian suatu hari saat pulang ke Malang. Berangkat dari Stasiun Gubeng usai Subuh, karena bukan di har Sabtu, Minggu atau Senin yang merupakan hari ramai penumpang.  Di hari biasa banyak kursi kosong sehingga lebih leluasa dalam memilih kursi. Saya pilih kursi yang di depannya belum ada penumpang. Berharap dapat tidur selama di perjalanan. Kereta Api berangkat dan setelah melewati Stasiun Wonokromo, saya sudah terlelap.

Satu jam kemudian, kira-kira sudah melewati stasiun Bangil. Bangun dan membuka mata, di depan sudah ada penumpang. Seorang wanita masih muda, mungkin mahasiswa. Bening, kulit putih, rambut hitam sebahu. Duduk tepat di hadapan. Jadi mikir, wanita cantik ini naik di stasiun apa ya? Sudah berapa lama duduknya? Bagaimana posisi tidurku? Muka ini pasti amburadul saat tertidur pulas… Wuaduh, kesan pertama ini bukanlah hal keren untuk nanti diceritakan.

Kisah Kereta Api jaman dulu, tidak selalu tentang pelayanan yang apa adanya. Seperti lagu yang ngehit di saat ini. ‘Ojo Dibandingke’. Jangan dibandingkan dengan pelayanan PT KAI yang prima dan sepenuh hati di jaman sekarang ini. Saat ini sudah tidak ada antrian di depan loket, tidak ada adu lari menuju gerbong , tidak ada pasar senggol di gerbong kereta, tidak ada penumpang terlantar karena yang ditunggu tak kunjung datang , tidak ada teriakan copet-copet dan tidak ada lemparan batu di lintasan rel.

Di jaman sekarang ini penumpang aman dan nyaman.

Siapapun generasi penumpang Kereta Api, selau ada kisah menarik dan memberikan kesan tak terlupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun