Yang bisa melihat suami berubah menjadi orang lain bukanlah istri. Tapi adalah keluarga, sahabat atau orang dekat lainnya yang mengenalnya sebelum istrinya. Sering kita mendengar komen, “Boy sejak menikah koq berubah, sekarang lebih sering di rumah dan lebih pendiam….”
Kedua, rumah tangga akan terus berjalan. Tapi akan banyak kerikil yang harus disingkirkan.
Kerikil ini bisa tetap menjadi kerikil, tapi bukan hal yang tidak mungkin suatu saat berganti menjadi batu besar yang sulit untuk disingkirkan. Tergantung seberapa besar usaha & komitmen bersama agar tetap bisa maju melangkah ke depan.
Kompromi dan negoisasi kadang dibutuhkan dalam hal ini. Kompromi yang dimaksud seperti percakapan ini. Suami bilang ke istri,’Besok pagi ayah gowes’.
Istri bilang ‘ok, tapi jangan lama-lama, aku sudah janji dengan bu RT lihat demo masak dan anak kita minta diantar karena ada kegiatan di sekolah’ .
Kalau yang negoisasi bisa seperti ini. Suami yang hobi pendaki bilang ke istri, bulan depan ke Gunung ke Rinjani, Istri bilang ‘Tidak apa-apa tapi sebelum berangkat, sepeda motorku diganti dengan yang baru’. Suami ‘kalau sepeda motor tidak baru, tapi HP yang baru gimana?. ’Deal’, kata istrinya,
Kompromi dan Negoisasi ini adalah bagian usaha dan komitmen agar hobi bisa jalan, tapi tidak sampai mengusik bahtera rumah tangga.
Tapi tidak jarang ditemui jika ada yang pasangan yang tidak bisa menemukan kedua jalan ini. Sebenarnya inti dari kompromi dan negoisasi ini adalah kemampuan berkomunikasi dari masing-masing pasangan.
Jika ada kendala dalam komunikasi, maka bisa ditemukan seperti kisah malam minggu suami yang sedang badminton. Tapi di tengah permainan, istri tiba-tiba masuk lapangan sambil menggandeng si kecil karena si kecil tiba-tiba minta diantar ke pasar malam.
Hal ini bukan masalah jika suami sedang di kondisi emosional yang bagus sehingga harga diri sebagai laki-laki tidak sampai terusik karena kedatangan istri.