"Putusan Kongres" Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 yang diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda adalah rekonstruksi simbol yang sengaja diciptakan oleh Sukarno untuk menyatukan kembali bangsa Indonesia dengan tujuan menghindari perang saudara oleh aksi-aksi pemberontakan.
Peran pemuda sangatlah strategis sebagai pewaris bangsa dalam melaksanakan ideologi Pancasila, menjaga kebhinekaan demi tetap tegaknya NKRI.
Sejarah telah mengajarkan bagaimana kepeloporan pemuda sejak melek pendidikan akibat "Politik Etis" hingga melahirkan Kebangkitan Nasional. Walaupun bermula dari persatuan yang didasari primordialisme namun akhirnya memunculkan kesadaran kolektif untuk membangun konsensus dan bermuara pada ikrar persatuan nasional.
Membangun kepemudaan Indonesia bertujuan untuk terwujudnya manusia Indonesia yang bertakwa, memiliki integritas moral, humanis yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia, serta manusia yang menyadari atas pentingnya menjaga lingkungan yang berkelanjutan demi tanah air Indonesia.
Sumpah Pemuda bermakna penting sebagai ikrar pemuda untuk bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu.
Begitu hebatnya tekad para pendiri bangsa yang digawangi tokoh-tokoh pemuda lintas suku dan agama demi tercapainya cita-cita terbebas dari belenggu penindasan kolonialisme dan imperialisme untuk melahirkan Indonesia yang merdeka.
Pergumulan ide gagasan dan ideologi telah dilalui bangsa Indonesia dengan berbagai tantangan. Karena sejatinya revolusi belumlah usai.
Ada konsekwensi yang harus dibayar ketika bangsa ini menghianati arti persatuan.
Dan waktu terus berputar untuk menghadapkan kita pada pilihan apakah mampu mengelola sebuah perbedaan menuju kemajuan atau terjebak dalam euforia kebebasan yang menghakimi perbedaan?
Saat ini Indonesia dalam situasi menghadap sejumlah tantangan diantaranya:
1) Demokratisasi (politik identitas, politisasi agama, money politik, politik belum dimaknai sebagai adu gagasan/program),
2) Disrupsi (perubahan secara besar-besaran, terutama dalam teknologi informasi),
3) Degradasi mental (meningkatnya kejahatan intelektual dan belum maksimalnya penegakan hukum),
4) Distorsi informasi (media sosial masih dibanjiri hoaks),
5) Distrust (krisis kepercayaan),
6) Delusi (tidak bisa membedakan fakta dan tidak),
7) Defisit (berkurang/hilangnya sumber penghasilan dampak Covid dan dampak perang).
Faktor tersebut sangat mempengaruhi upaya bangsa Indonesia untuk mencapai lompatan menuju bangsa maju yang diproyeksikan sebagai 5 (lima) negara dengan kekuatan ekomoni terbesar di tahun 2045.
Dan dalam 8 (delapan) tahun terakhir ini seakan sesama anak bangsa begitu mudahnya untuk diadu domba.