Berdasarkan studi World Most Literate Countries yang dilakukan oleh Presiden Central Connecticut State University (CCSU), John W Miller, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara pada tahun 2016.
1) Finlandia
2) Norwegia
3) Islandia
4) Denmark
5) Swedia
6) Swiss
7) Amerika Serikat
8) Jerman
9) Latvia
10) Belanda
36) Singapura
53) Malaysia
59) Thailand
60) Indonesia
Hal ini lah yang menyebabkan kita sering menyimpulkan berita hanya dengan membaca judul dan reflek kecepatan jari (di gadget) mengalahkan otak.
Selanjutnya berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019 tetap menempatkan Indonesia di posisi buncit dalam hal "minat baca".
1) Finlandia
2) Belanda
3) Swedia
4) Australia
5) Jepang
62) Indonesia
Lalu, jika diukur berdasarkan kemampuan baca, bukan sekedar kemampuan aksara (tulisan) namun juga dalam "kemampuan memahami" bacaan dalam berbagai tingkat kesulitan maka hasilnya adalah sbb:
1) China
2) Singapura
3) Makao
4) Hong Kong
5) Estonia
6) Kanada
7) Finlandia
8) Irlandia
9) Korea
10) Polandia
56) Malaysia
59) Brunai
66) Thailand
72) Indonesia
77) Philipina
Maka melihat data tersebut tak perlu heran dengan kemajuan China yang kini menjadi raksasa ekonomi dunia dalam waktu 10 tahun sejak revolusi yang dilakukan Deng Xioping.
Kebijakan Kesejahteraan Berbasis Meritokrasi
Seseorang dengan integritas, kemampuan dan prestasi tentu lebih layak mendapatkan reward lebih baik. Maka iklim yang sehat ini telah diciptakan dalam proses lelang jabatan dengan adanya fit & proper test untuk menduduki jabatan publik di pemerintahan maupun swasta.
Walaupun dalam prakteknya masih saja ada "jual beli jabatan" dan koneksitas yang akhirnya menciptakan penguasaan ekonomi oleh "kelompok/faksi/gank" karena masih lemahnya penegakan hukum.