Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pegawai Negara, ASN dan "Korban Politik"

23 Desember 2021   12:08 Diperbarui: 23 Desember 2021   12:24 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada tanggal 29 Agustus 1945, Presiden Sukarno membentuk  Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai Badan Pembantu Presiden, yang keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dari berbagai golongan dan daerah termasuk mantan Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) untuk menjalankan "fungsi legislatif" melalui Badan Pekerja KNIP.

Untuk membantu penyelenggaraan tugas pemerintahan yang menjalankan "fungsi eksekutif" maka pegawai-pegawai Indonesia dari segala jabatan dan tingkatan ditetapkan menjadi "Pegawai Negara Republik Indonesia".

Kita pahami bahwa kemerdekaan baru seumur jagung maka pegawai negara tersebut didoktrin untuk mendedikasikan segala kekuatan jiwa dan raganya untuk keselamatan Negara Republik Indonesia, dengan kata lain ditanamkan patriotisme untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan dari agresi militer Belanda yang menolak kemerdekaan Indonesia.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950, dibentuk Kantor Urusan Pegawai (KUP) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Perdana Menteri.

Ketika Soeharto menjadi Presiden pada 29 November 1971 "Pegawai Negara Republik Indonesia" era Sukarno diganti menjadi Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri).

Bukan sekedar menghimpun seluruh pegawai negeri di seluruh Indonesia, namun Korpri justru didesain sebagai alat politik (jalur Birokrasi selain ABRI dan Golkar) untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto.

Sejak era reformasi, dengan paradigma baru dan penguatan masyarakat sipil maka peran TNI, Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dikembalikan secara proporsional sebagai alat negara, bukan lagi alat kekuasaan.

PNS yang sebelumnya dikenal sebagai alat kekuasaan pemerintah harus kembali menjadi abdi negara, pelayan masyarakat yang netral dan bebas dari kepentingan politik sehingga seorang PNS tidak diperkenankan menjadi anggota partai politik.

Apabila ingin bergabung dengan partai politik, maka PNS harus melepaskan status kepegawaiannya.

Untuk memastikan PNS sebagai birokrasi yang netral dan profesional maka Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang bertransformasi dari BAKN dan KUP dalam tugasnya menjalankan fungsi penyelenggaraan pengadaan, mutasi, pemberhentian dan pensiun, serta status dan kedudukan hukum PNS.

Lalu dalam perkembangannya lahirlah UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Undang Undang ini lahir sebagai upaya menjadikan PNS semakin profesional dengan rekrutmen yang transparan, jenjang karir yang lebih jelas, terbukanya lelang Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) lintas Kementerian/Lembaga (K/L), bahkan dari kalangan profesional non PNS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun