Pasca aksi rusuh tanggal 21-22 Mei 2019, pemerintah sempat mengambil kebijakan men"take down" (membatasi) media sosial untuk memutus potensi meluasnya hoax yang dapat meningkatkan eskalasi kerusuhan dan kerusakan yang diakibatkannya. Sejumlah penangkapan pelaku aksi rusuh dan pelaku hoaxpun dilakukan oleh Polri.Â
Tersangka kasus penyebaran hoaks, Mustofa Nahrawardaya sebagai Koordinator Relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, ditangkap tanggal 26 Mei 2019.
Dalam ketentuan umum Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dimaksud tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.Â
Selanjutnya disusul Lieus Sungkharisma dan pengacara Eggi Sudjana yang sangat aktif provokasi melawan pemerintah ditangkap atas tuduhan makar dan guna pengembangan kasus maka dilakukan penahanan oleh Polri.
Pada tanggal 29 Mei 2019 Polri menangkap Mayjen TNI (Pur) Kivlan Zen mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat berdasarkan UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api ilegal. Kivlan juga disangkakan melakukan upaya makar.Â
Sedangkan Bachtiar Nasir yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang keburu melarikan diri ke luar negeri.
Ditengah apresiasi dan dukungan masyarakat atas upaya Polri dalam rangka penegakan hukum dan mengusut tuntas aktor intelektual aksi rusuh 21-22 Mei 2019, kami dikejutkan informasi bahwa penahanan Mustofa Nahrawardaya dan Lieus Sungkharisma ditangguhkan pada hari Senin tanggal 3 Juni 2019.
Menyusul kemudian permohonan pengajuan penangguhan penahanan terhadap Eggi Sudjana sedang diproses.
Menyikapi atas ditangguhkannya penahanan Lieus dan Mustofa maka kami berpandangan:
1) Meminta kepada Polri untuk mempertimbangkan secara seksama dikabulkannya penangguhan penahanan tersangka atas nama Mustofa dan Lieus bukan karena tekanan pihak tertentu.
Hal ini semata untuk kepentingan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti tindak pidana yang terjadi.
Bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik (Polri) diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan penahanan.