Mohon tunggu...
Ikbar Raihan Rasyiq
Ikbar Raihan Rasyiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Criminology Student at University of Indonesia

A Student and Writer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepulangan Foreign Terrorist Fighters (FTF) Asal Indonesia akibat Ketidaksesuaian Ekspektasi terhadap ISIS

7 Oktober 2022   13:00 Diperbarui: 7 Oktober 2022   13:02 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia hingga saat ini terus dihadapkan pada tingginya ancaman dari kejahatan terorisme. Hal ini dapat dilihat pada penilaian yang dilakukan oleh Global Terrorism Index (GTI) tahun 2022 tentang ancaman terorisme di berbagai negara. 

Nilai indeks yang dikeluarkan oleh GTI menunjukan negara Indonesia di urutan ke-24 dari 163 negara. Penilaian dari GTI tersebut meningkat jika dibandingkan pada tahun 2021 yang menempatkan Indonesia pada urutan ke-37 (Vision of Humanity, 2022). Data penangkapan para tersangka tindak pidana terorisme juga meningkat. 

Data yang dirilis oleh Polri menunjukan di tahun 2021 terdapat 371 orang yang ditangkap atas kasus tindak pidana terorisme. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan di tahun 2020, dimana terdapat 228 orang yang ditangkap atas kasus tindak pidana terorisme (Musyafak, 2021)

Belum selesai dengan permasalahan terorisme di dalam negeri, Indonesia kembali dihadapi oleh adanya permasalahan kepulangan para Foreign Terrorist Fighter (FTF) yang pulang kembali ke Indonesia. 

Permasalahan kepulangan FTF ini menjadi pembahasan di bidang penanggulangan terorisme dalam beberapa tahun terakhir. Kepala BNPT Komjen Pol. Boy Rafli Amar juga menyinggung masalah ini di awal tahun 2022 yang disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI (Bayhaqi, 2022). 

Kepulangan para pelaku FTF ini memang perlu menjadi perhatian karena memiliki kemampuan berperang, melakukan perekrutan anggota baru dan memfasilitasi jaringan teroris lokal dan internasonal (Akbar, Widodo & Anwar, 2020). Potensi-potensi itu membuat adanya penolakan kepulangan FTF oleh beberapa pihak. 

Opsi pencabutan status kewarganeraan juga dihadirkan sesuai pada ketentuan hukum pasal 23 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang mengatur hal-hal yang dapat menyebabkan seorang WNI kehilangan status kewarganegaraannya (Arifin, 2020). 

Opsi pencabutan status kewarganegaraan memang bisa saja diberikan karena kegiatan mereka bisa saja dianggap mengikuti pelatihan dari dinas tentara asing. Namun, apakah tindakan-tindakan tersebut memang perlu diberikan kepada para FTF yang kembali karena potensi ancamannya?

Terkait dengan pemahaman singkat FTF, UN Security Resolution 2178 mendefiniskannya sebagai individu yang melakukan perjalanan ke negara lain yang sedang berkonflik untuk melaksanakan perbuatan, perencanaan atau persiapan dan mendapatkan pelatihan teroris dalam melakukan aksi terorisme (United Nations, 2014). 

PBB mengemukakan negara Irak dan Suriah merupakan negara yang paling banyak menjadi tujuan para FTF untuk bergabung dengan ISIS dengan jumlah sekitar 40.000 orang yang berasal dari 120 negara pada tahun 2015.

Bagaimana dengan Indonesia? BNPT melalui Satgas FTF sejak tahun 2014 telah mendata WNI yang menjadi FTF. Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang FTF terbesar. Di tahun 2014 tercatat ada 395 WNI yang berangkat ke Irak dan Suriah. Angka itu terus meningkat hingga di tahun 2019 ada 2377 WNI (Rahmanto, 2019). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun