Mohon tunggu...
Ika Widyawati
Ika Widyawati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beralihnya Profesi Anak Jalanan Menjadi Pedagang Asongan Cilik

19 Mei 2017   07:22 Diperbarui: 19 Mei 2017   09:02 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak adalah cikal bakal penerus bangsa. Maju dan berkembangnya negara ini kelak tergantung bagaimana kemampuan para generasi muda bersaing, berkorban dan berjuang  pada negri ini. Ya, untuk mencapai hal itu pemerintah telah berusaha mencanangkan beberapa kebijakan agar para generasi penerus bangsa memiliki kualitas yang lebih baik dari saat ini sehingga nantinya mampu bersaing dengan bangsa lain. Salah satu caranya adalah dengan memberikan pendidikan gratis pada sekolah dasar dan sekolah menegah pertama. Tidak hanya itu berbagai bantuan pun diberikan agar beberapa rencana di atas terlaksana dengan baik yakni dengan BOS, Kartu Pintar dan masih banyak lagi. Namun, sayangnya belum sepenuhnya terealisasi. Dapat dilihat di laman yang dilansir oleh kabar24.bisnis.com pada tahun 2015 berdasarkan data UNICEF sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sehingga sudah jelas jika masih banyak anak Indonesia yang tidak dapat mengenyam pendidikan.

            Memang tidak dipungkiri, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan kurang terealisasinya program pemerintah tersebut, Namun salah satu faktor dominan yang menyebabkan anak putus sekolah adalah faktor ekonomi. Uang memang salah satu benda yang sangat krusial dalam hidup ini. Karena dengan berbagai perubahan yang ada dan berkembangnya peradaban saat ini menyebabkan banyak tuntutan yang harus dipenuhi. Sehingga tidak dipungkiri kebutuhan hidup manusia saat ini semakin banyak. Oleh sebab itu salah satu alternatif yang dipilih adalah dengan menjadi anak jalanan

Namun dengan berbagai larangan berupa kebijakan yang diberlakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia khususnya NTB, terkait larangan anak jalanan dan pengemis bertebaran di pinggir jalan. Hal ini memang mebuahkan sedikit hasil. Karena berdasarkan pengamatan penulis jumlah anak jalanan khususnya pengemis cilik di daerah mataram sudah mengalami penuruan. Hal Ini tentu saja menjadi suatu angin segar bagi rakyat NTB karena sebagian jalanan bersar mulai lenggang dengan kisruhnya para anak jalanan tersebut. Namun tidak lama setelah itu, Pemerintah masih memiliki PR besar, karena masalah baru pun muncul kembali. Seolah menggambarkan pribahasa mati satu tumbuh seribu. Yap, anak jalanan dalam hal ini pengemis memang sudah tidak terlihat lagi, akan tetapi sekarang muncul para pedagang asongan cilik yang mangkal hampir di setiap jalan raya bahkan sudah masuk ke lingkungan kampus dan tempat umum lainnya.

Memang tidak ada yang salah dengan pedagang asongan. Namun, kali ini yang menjadi permasalahan adalah para pedagang asongan cilik ini menjajakan dagangannya ketika jam-jam sekolah masih berlangsung. Hal ini tentu saja memberi anggapan jika mereka pasti tidak bersekolah. Ya, tidak sekolah.

Sungguh ironi! Tentu saja hal ini akan menjadi masalah baru bagi kita semua. Terlebih dengan berbagai usaha yang telah pemerintah lakukan untuk menggenjot bangsa ini agar menghasilkan generasi emas. Malah terjadi hal yang akan menghambat pencapaian program tersebut. Coba saja dibayangkan apakah di usia yang masih terbilang belia sudah pantas melakukan hal tersebut? Lalu bagaimana dengan orang tuanya? apakah ini salah satu dari bentuk eksploitasi anak?

Kemudian bagaimana dengan sekolahnya, sedih melihat anak yang seharusnya duduk manis menerima pelajaran di sekolah malah melakukan hal yang bukan menjadi kewajibannya.

Seharusnya dengan adanya beberapa kasus di atas, pemerintah lebih gencar untuk melakukan evaluasi terkait pendidikan anak tersebut, selain itu untuk orang tua alangkah lebih baiknya jika lebih memperhatikan kondisi anak karena memang belum saatnya anak-anak mengemban beban berat dalam hidupnya. Biarkanlah mereka menikmati masa bermainnya pada masa kanak-kanaknya. Sudahi kekerasan pskologi anak ini. Mari bersama bangun generasi emas Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun