Mohon tunggu...
Sayyidah Syafiqoh
Sayyidah Syafiqoh Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Santri sekaligus mahasiswa. Aktif di PKPT IPPNU STAIM

Bercita-cita menjadi pembicara publik, juga penulis handal. Oleh karenanya berusaha dan berdoa adalah dua hal yang harus di lakukan

Selanjutnya

Tutup

Money

IMF, Kawan atau Lawan?

30 Maret 2020   00:51 Diperbarui: 30 Maret 2020   01:05 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, sebagai warga kita tidak bisa sepenuhnya menjustifikasi bahwa tindakan Soeharto dalam meminjam sekian rupiah kepada IMF merupakan hal yang salah, karena  sebelum Soeharto memutuskan menjadi bagian dari IMF, Soeharto sebenarnya telah mengambil beberapa kebijakan ekonomi yang salah satunya adalah kebijakan penghematan devisa, menaikkan suku bunga BI untuk merangsang supaya warga melepas dolar. 

Namun kebijakan-kebijakan ini membuat biaya modal yang semakin mahal.  Sebagaimana diketahui, suku buka SBI yang terlalu tinggi tidak hanya menyebabkan dipikulnya beban bunga obligasi yang sangat berat oleh pemerintah, tetapi juga menyebabkan kelangkaan kredit untuk menggerakkan sektor riil.

Kehadiran IMF di Indonesia sering kali menimbulkan silang pendapat, kecurigaan, atau bahkan ketidakpercayaan, pro-kontrapun terjadi. Masih segar dalam ingatan, ketika IMF tampaknya benar-benar telah menjelma menjadi tuhan dalam pengelolaan perekonomian Indonesia. Sebagaimana Tuhan yang sesungguhnya, kemanapun kita memalingkan mata dalam pengelolaan perekonomian Indonesia, disitu kita akan bertemu wajah ‘cantik’ IMF. Demikian halnya ketika kita duduk, berdiri, bahkan ketika berbaring, kita akan teringat pada IMF.

Banyak orang yang beranggapan bahwa kehadiran IMF justru memperpanjang penderitaan rakyat Indonesia. Karena resep kesehatan ekonomi yang direkomendasikan oleh IMF justru cenderung bersifat kuno dan menimbulkan kontroversi. 

Masyarakat masih belum lupa bahwa kehadiran IMF saat itu disertai dengan rekomendasi penutupan 16 bank dan diiringi pemutusan hubungan kerja dalam jumlah besar. Selain itu, likuiditas diperketat dengan menaikkan suku bunga yang tinggi juga direkomendasikan oleh IMF untuk menarik investor asing dan memperkuat cadangan devisa.

Bila dikaji lebih dalam, memang tidak seharusnya juga kita menyalahkan IMF dalam hal perjanjian dan prasyarat yang diberikannya kepada Soeharto, karena setiap kerjasama pasti dilandasi dengan beberapa kesepakan tertulis sebelumnya. Walaupun demikian, sebagai sebuah lembaga keuangan Internasional yang bertugas memberi pinjaman dan bimbingan untuk menyelamatkan kondisi perekonomian sebuah Negara, kesalahan utama tetap harus ditimpakan kepada IMF. 

Hal ini dikarenakan kegagalan IMF dalam memahami arti penting kredibilitas dan kapabilitas pemerintah dengan siapa ia bekerjasama. Di mata IMF, kredibilitas dan kapabilitas cenderung dipandang sebelah mata. Padahal kerjasama dalam bentuk apapun, lebih-lebih urusan utang-piutang, tidak mungkin dapat dipisahkan dari pertimbangan kredibilitas dan kapabilitas pihak yang hendak bekerjasama.

Kalau boleh dikatakan, keputusan Soeharto ketika menyepakati untuk menerima bantuan dari IMF itu diambil karena terpaksa, terlepas dari beberapa alasan lain yang mungkin belum saya ketahui, mengingat keadaan perekonomian yang saat itu kacau balau. Hutang pada IMF periode tersebut akhirnya terlunasi pada tahun 2006 ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai Presiden. 

SBY melunasi hutang tersebut dengan menggunakan cadangan devisa untuk memperkuat  “balance of  payment” atau neraca pembayaran Bank Indonesia. Ketika hutang tersebut lunas, maka bukan berarti Indonesia sudah bukan bagian dari IMF lagi, karena pada saat ini Indonesia masih menjadi anggota resmi IMF.

Jika sebelumnya kita menyimak IMF di masa Soeharto, maka bagaimana dengan IMF hari ini?. karena topik terhangat hari ini tentang Covid-19, maka pembahasan yang paling menarik untuk dikaji tentang IMF adalah tawarannya yang sangat menggiurkan bagi Negara-negara yang menjadi anggotanya. 

Pada awal Maret, IMF mengumumkan telah menyiapkan dana pinjaman senilai 50 miliar dolar AS untuk membantu beberapa Negara dalam menghadapi dan mencegah penyebaran Covid-19, yang kemudian dana bantuan ini disebut ‘Corona Loan’.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun