Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hujan dan Secangkir Masala Chai

13 April 2020   19:49 Diperbarui: 13 April 2020   19:48 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : sociallover.net

Hari ini hujan turun dengan derasnya, gemuruh guntur dan kilatan petir bersahutan memperlihatkan kekuatannya. Rere menurunkan tirai jendela ruangan kerjanya dengan segera.Ponselnya bergetar, sebuah nama muncul di layar.
"Halo, Re, aku jemput kamu sekarang ya."
"Hujan." Rere menjawab pendek
"Oh jadi hujan masih menahanmu?"
Rere mendengus. Sebagai sahabat, Jo tahu semua hal tentangnya, termasuk kisah cintanya yang belum lama ini kandas.  Hujan lah yang membuat Rere tahu bahwa Rega, kekasihnya itu telah mencuranginya padahal tanggal pernikahan mereka telah ditetapkan.

Dengan mata kepalanya sendiri, Rere memergoki Rega tengah bercengkrama mesra dengan seorang gadis di sebuah kedai kopi ketika ia berteduh karena hujan turun dengan tiba-tiba. Sejak saat itu, Rere membenci Rega dan ... hujan.

"Re?" Jo membuyarkan lamunan Rere dari seberang sana.
"Terserah kamu." Gadis itu menyerah.
Hujan yang ia benci nyatanya begitu baik, rinainya berhenti beberapa menit sebelum Jo tiba.
"Kita mau kemana?" Rere bertanya kepada Jo, sesaat setelah pemuda itu menyerahkan helm model vintage kepadanya.
"Ada deh." Jo menjawab asal.
"Jangan kedai kopi!" Rere berteriak diantara deru sepeda motor yang dikendarai Jo.
"Kenapa? Masih memusuhi kopi?"
"Pertanyaan retoris." Gumam Rere.
Rere membenci kopi. Aromanya yang semerbak membuatnya memasuki kedai itu dan menemukan Rega di sana dengan wajah tanpa dosanya.

Jo masih menahan pintu dengan tubuhnya yang kurus sementara Rere masih terpaku, ragu untuk melangkah.
"Re, ini bukan kedai kopi. Ayo masuk, sebentar lagi badanku akan penyok menahan pintu ini." Jo berkata tak sabar.

Begitu melangkah ke dalam, aroma yang tak asing bagi penciuman Rere menyeruak. Wangi teh menggelitik hidung gadis yang kini matanya terpukau dengan suasana di dalam ruangan itu.

Aroma semerbak teh selalu mengingatkan Rere akan mendiang ibunya. Dulu setiap pagi, sang ibu akan membangunkan semua orang dengan bunyi denting sendok yang beradu dengan gelas sesaat setelah beliau mengaduk gula dalam gelas-gelas teh yang beliau buat.

Setiap hari beliau selalu menyediakan minuman dari teh yang dikirimkan pamannya dari kampung. Selain membuat teh dalam gelas-gelas belimbing, teh bercampur bunga melati itu ibu masukan dalam teko keramik. Setelah dituangi air panas, teko tersebut diberi sarung penghangat yang terbuat dari kapas berlapis kain tebal agar tidak cepat dingin. Mendadak ia begitu rindu kepada ibunya.

"Gimana? Kamu suka tempat ini?" Jo bertanya sambil tangannya tak henti mempermainkan sendok tehnya.
Rere mengangguk, Jo tersenyum samar.

***

Hari-hari berikutnya Rere selalu menyempatkan diri berkunjung ke kedai teh bernama Madam Zu itu.  Ia menyukai semua hal yang ada di sana, dari bentuk gelas, cangkir, teko, sampai toples berisi berbagai macam daun teh pilihan yang berjajar rapi di meja bar.  Suasana di kedai teh itu tidak membuatnya bosan.  Ia dapat mengerjakan pekerjaan kantornya yang tertunda disana, membaca novel kesukaannya, dan memperhatikan beberapa pengunjung yang hilir mudik memasuki kedai itu.  Jo tidak lagi menemaninya karena ia tengah bertugas ke luar kota.

"Selamat malam, satu cangkir masala chai buat pelanggan setia Madam Zu."
Rere mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya ke arah asal suara. Seorang lelaki yang lagaknya bukan pramusaji yang kerap melayaninya kini tengah tersenyum kepadanya.
"Mmm ... maaf saya tidak memesan apa tadi masala? Garam masala?" Rere mengerutkan dahinya.
"Oh ya, maaf." Lelaki itu pergi sebentar lalu kembali dengan membawa secangkir teh yang masih mengepulkan asap.
"Camomile?" Lelaki itu meletakan cangkir kedua di hadapan Rere.
"Terima kasih, masala itu mungkin milik meja yang lain." Rere menunjuk cangkir pertama yang tersedia di mejanya.
"Tidak, itu hadiah dari saya karena anda menjadi pelanggan Madam Zu yang setia."
"Kenalkan saya Rami, teman Jo."
"Aaah, rupanya anda sang pemilik kedai ini."
"Kok tahu?" Rami menatap Rere tak percaya.
"Jo bercerita banyak tentang anda."
"Ah tak mengherankan, Jo memang ..."
"Begitulah?" Sambar Rere.
"Iya, begitulah" Rami tertawa.
"Jadi masala chai ini dari India?" Rere menunjuk cangkir yang ada di hadapannya.
"Tepat sekali, masala chai ini terdiri dari teh hitam yang dicampur dengan susu, kayu manis, kapulaga, cengkeh, jahe, lada hitam, dan rempah-rempah rahasia Madam Zu lainnya."
"Wah, sudah seperti ayam krispi sang kolonel aja ada bumbu rahasianya." Rere tergelak yang disambut dengan tawa berderai Rami.
"Wangi sekali aromanya." Rere memainkan cangkir teh itu di depan hidungnya.
"Selain wangi, masala chai ini dapat menghangatkan tubuh dan juga hati."
Rami tersenyum dan mempersilakan Rere untuk mencecap teh buatannya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun