Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menguji Kekuatan di PPDB Sistem Zonasi

3 Juli 2019   15:44 Diperbarui: 3 Juli 2019   15:56 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kanigoro-Newsline

Dua hari sudah saya berjibaku dengan proses PPDB yang alot-alot bergejolak bagai cireng isi cengek di sebuah SMP Negeri yang gak dekat-dekat amat dengan tempat tinggal saya.  Ya, sistem zonasi saat ini tidak memungkinkan seseorang untuk masuk sekolah negeri idaman bila rumahnya ada di zona yang tak dapat dideteksi radar, ngeek!!

Sistem zonasi ini telah memberikan sebuah pelajaran bahwa sebagai orang tua kita haruslah kuat baik secara fisik dan psikis. Betapa tidak, tubuh sehat dan kuat bagai goliath setidaknya harus dipunyai oleh para orang tua. Mengapa?  Karena eh karena ... pedaftarnya banyak plus proses yang lambreta alias lamaaa.

Proses pertama adalah mengantri demi secarik kertas nomor antrian. Yap, banyak orang tua yang berinisiatif untuk mengantri sebelum jam operasional tiba dan waktu yang dipilih adalah jam 3 subuh.

Padahal pihak sekolah sendiri tidak menyarankan hal tersebut, ngapain harus datang subuh lha wong pembukaannya aja jam 8.  Nah, mereka yang mengantri dari dini hari itu berinisiatif mencatat nama-nama dan diserahkan kepada satpam yang notanebe bukan bagian dari panitia PPDB.

Saya sendiri datang 1 jam lebih awal dari jam buka dan mendapati kericuhan antara para pengantri dini hari dengan panitia. Selanjutnya people power lah  yang memenangkan pertarungannya tanpa harus pergi ke MK.  Panitia pun mempersilakan 119 nomor antrian dini hari untuk menuju ke proses berikutnya yaitu pemeriksaan berkas.

Sedangkan saya harus duduk manis berjam-jam demi mendapatkan nomor antrian 248 yang dilanjutkan dengan pengisian formulir dan pemeriksaan berkas. Namun rupanya waktu tidak berpihak kepada saya karena setelah bercokol di aula yang dipenuhi gas karbondiosida, pemeriksaan berkas dihentikan di nomor 240.  Nomor saya rupanya bukan nomor cantik dan tidak dapat di mistyque.

Lamanya proses pemeriksaan berkas ini karena persyaratan yang ditempel di papan pengumuman tidak lengkap ditambah banyak pendaftar yang telinganya pergi jalan-jalan.  MC sudah berteriak-teriak di depan toa eh mik tentang penyusunan dan kelengkapan berkas tidak mereka indahkan, alhasil banyak yang bolak balik ke tim pemeriksa yang membuat antrian tersendat.  

Hari pertama lewat, masuklah hari kedua.  Selain fisik, kekuatan psikis juga harus disiapkan.  Di hari kedua antrian masih juga panjang.  Pemeriksaan berkas sih secepat kilat, namun verifikasi datalah yang antriannya tersendat. Di kala mengantri ini banyak mudharatnya daripada manfaatnya, biasalah ibu-ibu bila duduk menunggu pasti jatuhnya ngegosip saru eh seru.  Nah, daripada diajak ngobrol yang tak perlu lebih baik saya merem selalu alias gak mau terlibat dengan per-gosipan yang tengah berlangsung.  Cukup lah sudah Lambe Turah dan Nyai Nikmir yang memegang tampuk kekuasaan gosip jangan ditambah-tambahin.

Selain itu ada yang berisik dengan memasang musik EDM dari gawainya.  Bayangkan panas-panas dengerin kayak begituan dengan suara speaker nan cempreng, hati dan telinga serasa dikocok-kocok oleh shaker-nya bartender.

Di proses verifikasi inilah jarak rumah dari sekolah diukur dengan menggunakan google map. Banyak yang menyarankan untuk menunjuk atap rumah orang mengingat jarak sekolah dari rumah agak jauh, namun dipikir-pikir bila awalnya sudah curang bagaimana kedepannya.  Inilah salah dua kelemahan sistem zonasi yaitu membangunkan virus curang yang dorman di dalam diri seseorang, ahaha lebay.

Di bagian verifikasi ini waktu yang dibutuhkan beragam tergantung letak rumahnya, apakah bisa langsung terlihat atau musti jalan-jalan dulu kesana-kemari. Kemarin ini ada ibu yang menyalahkan petugas verifikasi karena rumahnya tidak kelihatan dan 30 menit pun berlalu hanya untuk si ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun