Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Banjir, Salah Siapa?

31 Oktober 2017   17:26 Diperbarui: 2 November 2017   03:25 5121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, terendam banjir, Selasa (10/2/2015). (WARTA KOTA / ANGGA BHAGYA NUGRAHA)

"Aku selalu bahagia saat hujan turun, karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri".

Penggalan lirik lagu "Hujan" milik Utopia diatas merupakan salah satu bukti bahwa hujan adalah sebuah berkah. Pun seperti yang di katakan oleh Opahnya Upin dan Ipin di salah satu episode film animasi milik Malaysia itu.

Ya, hujan itu adalah berkah karena air hujan membersihkan debu-debu, menyirami pepohonan, me-refillsumur-sumur, memberi support untuk sawah tadah hujan, memberi rejeki untuk tukang ojek payung, memberi Cinta Laura inspirasi untuk line-nya yang terkenal "hujan becek gak ada ojek" dan masih banyak lagi.

Tapi kini banyak orang mulai takut dengan hujan termasuk saya,  karena bila hujan turun itu sama dengan banjir.  Dulu, beberapa belas tahun yang lalu, banjir itu hanya terjadi di sekitaran daerah pinggiran sungai, tapi kini banjir pun gak mau ketinggalan ingin mengunjungi daerah-daerah yang lebih tinggi.

Mengapa harus banjir? Karena banjir di perlukan untuk introspeksi diri. Banjir datang karena ada hal yang salah dan tidak pada tempatnya, misalnya :

Gorong-gorong di negeri kita tercinta ini ukurannya kurang jumbo. Seharusnya sebelum membangun suatu kawasan hendaknya dibangun dulu gorong-gorong super besar layaknya gorong-gorong yang didiami Kura Kura Ninja. Saking besarnya,  gorong-gorong itu bisa di jadikan laboratorium dimana Donatello menciptakan berbagai inovasi baru.  Michael Angelo melakukan hobinya bersantai sambil menonton tivi dan makan pizza. Dan menjadi tempat master Splinter bermeditasi.  Terkadang berubah menjadi arena pertarungan sengit dengan musuh abadi mereka, Shredder.

Foto: indosurflife.com
Foto: indosurflife.com
Gorong-gorong, got atau selokan ini memang salah satu hal yang sangat mempengaruhi datang dan perginya banjir. Tapi kadang kala si got ini tak dianggap penting. Saya pernah mengunjungi perumahan RSS yang gotnya sama sekali tak berfungsi. Air yang telah menghitam bak cairan aspal itu diam di tempat dengan posisi pasrah dan entah berujung dimana. 

Lebih parah lagi ada perumahan yang levelnya lebih tinggi dari RSS tak punya saluran pembuangan air kotor  sama sekali. Yang membuat bingung tujuh keliling, kemana aliran air kotornya menuju ? Oh, mungkin ke sebuah kubangan besar yang sifatnya seperti black hole heuheu. Selain itu ada pula model bangunan baru yang tengah hits sekarang ini yaitu membuat bangunan diatas selokan atau got.  Yah, mungkin mereka sedang ingin pelit sampai di atas got di jadikan ruangan. Miris.

Yang kedua adalah sampah. Banyak orang yang menganggap enteng sampah yang mereka buang sembarangan, lebih-lebih ke saluran air atau sungai. Pertama kali sih cuma buang plastik sebiji ke sungai, ah cuma selembar, gak ngaruh. Besoknya satu kantong plastik sampah rumah tangga.  Lain kesempatan sampah satu gerobak, lalu kasur, sofa, lemari, kulkas.  

Ya ampun, ini sungai atau terima rongsokan ?.  Mungkin mereka pikir, sampah-sampah itu bakal langsung lari ke laut terbawa arus sungai yang tenang-tenang menghanyutkan, ah pemikiran yang sangat jauh ke depan dan mengawang-awang.

Tapi memang susah sekali untuk tertib bagi orang yang telah terbiasa membuang sampah sembarangan. Sepertinya kedua belah tangannya itu sudah refleks melempar sesuatu yang ada di dalam genggaman.  Tulisan sebesar gajah tentang larangan buang sampah dianggap tak nyata. Tempat sampah di depan hidung hanya halusinasi semata dan dianggap fatamorgana.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun