Mohon tunggu...
Ika Ramadayanti
Ika Ramadayanti Mohon Tunggu... Petani - Kepingan Recehan

Pencari Ilmu sebagai bekal hidup di Dunia dan Akhirat, Berkerja keras untuk berjuang hidup

Selanjutnya

Tutup

Money

Prospek Perdagangan Komoditi Pertanian Berkelanjutan Indonesia di Pasar Dunia

26 Oktober 2020   20:24 Diperbarui: 26 Oktober 2020   20:36 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pemerintah Indonesia bertekad untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi dan berkesinambungan melalui peningkatan pertumbuhan investasi dan surplus neraca perdagangan. Tekad ini didasari atas kenyataan semakin melandainya pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah yang selama ini menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk pertumbuhan sektor pertanian. 

Sebagai negara anggota WTO dan sejak ratifikasi UU No. 7/1994, Indonesia telah terikat sistem dan aturan perdagangan multilateral (WTO). Indonesia juga telah terikat dengan aturan perdagangan plurilateral atau regional, antara ASEAN Free Trade Area-AFTA, ASEAN plus FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEANMEA dan perjanjian bilateral antara Indonesia dengan masingmasing negara mitra dagang. 

Masing-masing forum memiliki aturan yang bersifat mengikat dan harus dipatuhi oleh setiap negara anggota. Negara anggota yang menyalahi aturan akan digugat oleh negara anggota lain, yang dirugikan atau secara potensial akan dirugikan. Untuk WTO, gugatan pelanggaran dilakukan dalam proses penyelesaian sengketa dagang di Dispute Settlement Body (DSB-WTO). 

Gradasi Analisis Prospek Perdagangan Pertanian Berkelanjutan Indonesia di Pasar Dunia memiliki keterbukaan pasar dan dapat dengan mudah dilihat dari struktur tarif impor di dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), yang secara regular diperbaharui, mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Penetapan Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dan PMK penetapan Tarif Bea Masuk untuk masing-masing FTA yang telah disepakati oleh Indonesia. Keterikatan Indonesia dalam perjanjian bilateral dan regional inilah yang membuat Indonesia tidak lagi leluasa dalam meningkatkan tarif bea masuk, meskipun 'bound tariffs MFN' Indonesia masih tinggi.

Ekonomi nasional selama ini masih bertumpu kepada pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah, belum memanfaatkan investasi dan perdagangan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Ada kekeliruan pandangan yang mengatakan bahwa sebagai negara dengan penduduk terbesar dan pasar terbesar di ASEAN, mengapa dan untuk apa Indonesia harus memikirkan perdagangan di ASEAN dan dunia? Tidak heran kalau nilai perdagangan Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan nilai perdagangan negara anggota ASEAN lain. 

Dalam perdagangan produk pertanian Intra-ASEAN, Indonesia dan Thailand terlihat unggul dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya, terlihat dari total nilai perdagangan pertanian, besarnya nilai ekspor dan relatif kecilnya nilai impornya. Keunggulan ekspor Indonesia terletak di sub-sektor perkebunan. Pada tahun 2015,  total nilai ekspor produk pertanian Intra-ASEAN sebesar USD 11,6 miliar, nilai ekspor Indonesia sebesar USD 3,3 miliar atau dengan pangsa 28,7%, disusul Thailand dengan nilai ekspor sebesar USD 3,2 miliar (27,6%), Malaysia dengan nilai USD 2,0 miliar (17,3%) dan Vietnam dengan nilai ekspor USD 691,2 juta (5,9%). 

Total nilai impor produk pertanian Intra-ASEAN tahun 2015 sebesar USD 9,9 miliar, dimana Malaysia menjadi importir utama dengan total nilai impor sebesar USD 2,5 miliar (25,3%), Singapore sebesar USD 1,8 miliar (18,5%), Vietnam sebesar USD 1,6 miliar (15,8%), Philippines sebesar USD 1,4 miliar (13,7%) dan Thailand sebesar USD 1,0 miliar. Nilai impor Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan kelima negara ASEAN tersebut, yakni sebesar USD 782,2 juta dengan pangsa 7,9%. 

Yang menarik untuk dicermati dan dikritisi adalah relatif besarnya nilai impor produk pertanian Thailand dan Malaysia dibandingkan nilai impor Indonesia. Besarnya nilai impor Intra-ASEAN Thailand dan Malaysia,kemungkinan besar merupakan impor bahan baku yang memang diperlukan untuk meningkatkan ekspor produk olahan dan produk akhir dari kedua negara ASEAN tersebut. 

Negara-negara maju pada umumnya menerapkan persyaratan karantina (SPS) yang sangat ketat yang tidak mudah untuk dipenuhi oleh eksportir dari negara berkembang. Penerapan SPS tidak ditujukan sebagai "barriers to trade' untuk membatasi dan melarang impor tetapi bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia, hewan dan tanaman dari kemungkinan tersebarnya hama dan penyakit dalam kegiatan ekspor/impor produk hewan dan tanaman. 

Banyak ukuran SPS yang umum diberlakukan, seperti batas maksimum residu kimia, bebas atau batas maksimum residu hormon, bebas serangga pengganggu, negara/wilayah produksi bebas dari penyakit mulut dan kuku, wilayah produksi bebas lalat buah, dan sebagainya.Oleh karena itu, kemampuan untuk dapat memenuhi persyaratan SPS menjadi salah satu kunci dayasaing untuk memenangkan persaingan di pasar global.

Secara garis besar, komponen daya saing perdagangan dunia terbagi kedalam komponen yang melekat dalam produk dan komponen di luar produk. Komponen daya saing yang pertama antara lain mencakup produktivitas, efisiensi produksi dan kualitas yang terefleksi kedalam harga produk, standar mutu, dan kontinuitas pasokan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun