Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Saat Pria Melankolis-Introvert Mengalami Keterpurukan, Ini yang Harus Dilakukan

19 Februari 2023   07:58 Diperbarui: 20 Februari 2023   14:33 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu di lini Twitter saya sempat ramai dengan kasus seorang laki-laki usia 22 tahun yang bunuh diri di kamar kosnya di Surabaya.

Kejadian ini sendiri diawal dari cuitan temannya yang minta tolong di Twitter ke siapa saja yang bisa menghubungi temannya yang ada di kamar kosnya tersebut. Dalam cuitannya, ia menunjukkan sebuah foto sebotol minuman dengan butiran kamper di sebelahnya.

Selain foto itu, ia juga menyertakan keterangan kalau temannya ini sudah 12 jam tidak bisa dihubungi. Dan kepanikannya ternyata beralasan. Saat ditemukan oleh ibu kos dan beberapa orang lainnya, pria yang dikhawatirkan tersebut ternyata sudah meninggal.

Namun dari kasus ini, saya justru merasa tertarik dengan fenomena cuitan balasan yang merespon cuitan kekhawatiran tersebut. Cukup banyak rupanya yang berkomentar tanpa empati. 

Kebanyakan dari mereka yang tega berkomentar itu mengungkapkan, laki-laki itu sepantasnya tidak cengeng. Tidak mudah terpuruk. Bahkan ada juga beberapa cuitan yang dengan teganya mengatakan silakan saja jika ingin mati. 

Dalam dunia ini, entah di belahan dunia manapun, memang masih saja kebanyakan orang menganggap laki-laki itu tidak boleh cengeng. Tidak pantas menangis. Harus kuat. Dan berbagai stereotip sejenis lainnya.

Bahkan sejak kecil pun, tak jarang, anak laki-laki sudah dijejali dengan kata-kata tidak boleh menangis. Kalau anak laki-laki menangis, itu namanya cengeng, seperti anak perempuan.

Padahal faktanya, rasa sedih itu tidak mengenal jenis kelamin. Manusia, mau itu laki-laki atau perempuan, ditakdirkan Tuhan untuk punya rasa sedih. Lantas jika perempuan sedih dan boleh menangis, apakah kalau laki-laki sedih tidak boleh melakukan hal yang sama? Apa iya laki-laki tidak boleh bersedih, sementara Tuhan saja menciptakan itu untuk semua jenis manusia?

Belajar dari Bagaimana Choi Taek Diperlakukan Teman-temannya di Reply 1988

Selang beberapa hari setelah kejadian bunuh diri di Surabaya tersebut, saya menyaksikan drama Korea Reply 1988 di televisi. Ada sebuah bagian cerita di episode 4 yang menurut saya cukup menarik.

Di drama tersebut, ada sebuah bagian cerita yang menurut saya berhubungan dengan kejadian yang tadi saya ceritakan. Suatu ketika, Choi Taek yang ahli permainan baduk, kalah dalam sebuah pertandingan. Apalagi, kekalahannya disebabkan oleh pemain pendatang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun