Mohon tunggu...
Ika Tcn
Ika Tcn Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Hai, salam kenal. Terimakasih sudah berkunjung. Semoga apa yang saya tulis bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kok diam aja ? Stigma basi yang melukai hati

25 Januari 2021   14:08 Diperbarui: 25 Januari 2021   15:37 1957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: milik pribadi

Kok kamu diam aja ?
Hai Elsa, kenapa diam aja ?
Elsa, ngomong dong jangan diam terus!
Kamu kenapa ? Seharian diam aja, apa ada masalah ?
Dan sederet pertanyaan serupa lainnya..

Semua kalimat itu sangat menggangu. Alih-alih melukai hati, pertanyaan seperti itu juga sangat mengganggu telinga. Bagaimana mungkin ada orang yang gak saling kenal dekat, tapi malah menanyakan hal yang sama terus menerus setiap kali bertemu. Jujur risih. Memang kenapa sih dengan diam, apakah salah ?

Diam juga melekat atau di identikkan dengan seorang introvert, yes or no ? Gak salah sih, karena memang kebanyakan introvert memiliki sikap yang terlihat pendiam atau menarik diri ketika berada di tengah-tengah sekumpulan orang yang tidak mereka kenal baik dan selalu memikirkan segala sesuatu sebelum bertindak. Tapi, disisi lain ada juga orang yang banyak bicara, suka bercerita, bahkan brisik. Kenapa bisa gitu ya ?

"Apa benar mereka menghabiskan waktu hanya untuk diam saja ?" Mungkin itu yang dipikirkan sebagian orang. Sayapun ikut dicap sebagai pendiam. Are you kidding? Aneh rasanya jika menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Menjadi seorang pendiam bukanlah pilihan. Kadang lingkungan atau suasanalah yang membentuk sikap diam itu sendiri. Bagi mereka yang suka banyak ngomong (biasanya melekat pada ekstrovert) berpikir "apa benar kamu seharian hanya diam saja" atau pertanyaan lain seperti "kalau pas diam gitu mikir apa sih". Kalau kamu termasuk orang yang minim bicara dan banyak diamnya, kira-kira mau jawab apa?

Diam itu bukan pilihan ?
Tiap orang pasti memiliki perspektifnya masing-masing. Tapi aku akan sedikit menjabarkan tentang sudut pandangku. Aku senang bercerita, memulai obrolan pada orang baru, dan hal-hal kecil lainnya. Sebenarnya aku juga ingin menjadi seperti mereka yang senang bercerita dan pandai berbicara di depan banyak orang. Diam itu tak sepenuhnya kosong, tidak ada yang dipikirkan, merenung, dan melamun. "Diam itu analisis" menurutku. Justru saat diam, ada banyak hal yang aku pikirkan. Rasanya semua ingin aku sampaikan pada banyak orang, tapi memangnya perlu ? Emang penting ya ? Tentang apa saja yang telah dilalui, hal-hal yang akan kulakukan, hingga harapan dimasa depan. Membayangkan itu semua sangat menyenangkan, imajinasiku bebas berlarian. Dan gak jarang apa yang aku pikirkan bisa diterapkan atau terwujud di dunia nyata. Bukankah itu menyenangkan ? Diam juga menjadi moment yang tepat untuk selalu intropeksi diri. Yang gak kalah asik itu ya, bisa jadi lebih peka sama teman dan lingkungan. Tentunya juga lebih mudah masuk di hati mereka, eh !?

Banyak bicara
Jangan salah, mereka yang suka diam (termasuk aku) sebenarnya juga banyak bicara. Tapi ya gitu, bicaranya dalam hati wkwk. Gak juga sih, kalau sudah akrab atau saling kenal mungkin kesannya akan berbeda ? Sebenarnya orang yang diam itu ada alasannya, gak melulu diam karena lagi ngambek ya. Kalau aku sih karena lebih suka dengerin orang cerita jadi banyak diamnya. Karena dengan mendengar aku bisa tau banyak hal dan pengalaman baru.  

Bicara itu bentuk tanggung jawab diri sendiri, bagaimana cara kita mengontrol setiap kalimat yang diucapkan. Sudah yakin kah jika perkataan kita tidak menyakiti orang lain ? Apakah yang kita katakan adalah sebuah kebenaran bukan bualan atau omong kosong ? Apakah yang kita bicarakan menghasilkan manfaat ? Kira-kira ngomong panjang lebar bakal buang-buang waktu orang yang diajak ngomong gak ? Pokoknya begitulah, intinya jagalah lisan kita. Masih ingat kan dengan pepatah "Mulutmu Harimaumu" . Waspada, kita harus tau dengan siapa kita sedang berbicara, kapan dan dimana kita sedang berbicara. Karena orang lain juga bisa menilai kita dari lisan, bukan sekedar penampilan. Pinter-pinter jaga mulut deh pokoknya, jangan sampai keasyikan ngobrol, curcol, eh tau-tau malah nyinyir jadinya.

Terus teruntuk orang yang banyak bicara, si pendiam  juga memendam pertanyaan yang sama "kok gak capek yaa seharian cerita terus. Ada saja topik yang dibicarakan. Apakah waktu-waktunya dihabiskan untuk berbicara ?". Its okay kalau dia adalah pembicara yang memang pekerjaannya untuk menyampaikan materi atau hal-hal penting lainnya. Jika bisa, akupun ingin menjadi orang yang seperti itu, rasanya semua akan jadi lebih mudah jika aku pandai berbicara. Well, intinya sama-sama penasaran dengan sikap dan gaya komunikasi kita masing-masing kan ya.

Terlepas dari itu semua, diam dan banyak bicara itu gak masalah. Apapun perbedaannya, kita harus saling menghargai dan toleransi. Tiap orang punya jalannya sendiri, kita tak perlu menghakimi. Dunia bisa terlihat lebih indah juga karena adanya keberagaman. Karena ada aku, kamu, dan kita semua tentunya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun