Mohon tunggu...
M Ijlal Rafi
M Ijlal Rafi Mohon Tunggu... Lainnya - Sociological Imagination

Jakarta State Islamic University

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gerakan Sosial Sebagai Cermin Demokrasi

29 Juni 2020   12:00 Diperbarui: 2 Juni 2022   23:37 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pedomanbengkulu.com

Gerakan sosial merupakan aksi kolektif yang dilakukan oleh masyarakat atas hasil cerminan sistem demokrasi suatu negara, salah satunya adalah Indonesia. Banyak sekali gerakan-gerakan sosial yang terdapat di Indonesia seperti yang sudah penulis jelaskan pada tulisan sebelumnya. Tujuan utama dari gerakan sosial adalah suatu perubahan yang merupakan bentuk konkret dari kebijakan baru yang tidak pernah terealisasikan. Hal ini terwujud melalui aspirasi massa dari aksi kolektif yang dilakukan.

Gerakan sosial hanya berlaku pada negara yang menerapkan sistem demokrasi dan tidak berlaku pada negara yang menerapkan sistem otoritarian. Sistem demokrasi yang diterapkan oleh suatu negara seperti Indonesia, dilanggengkan dengan mewujudkan gerakan-gerakan sosial. Hal ini menjadi bukti bahwa kehidupan demokrasi harus terus hidup dan tidak pernah padam. Gerakan sosial juga merupakan kritik fundamental atas partisipasi politik konvensional, dimana individu atau kelompok tidak bisa menyampaikan aspirasi atau suaranya untuk mempengaruhi suatu kebijakan.

Pada tahun 1949-1959, Indonesia pernah menerapkan sistem demokrasi parlementer. Pada masa pemerintahan demokrasi ini, gerakan sosial menjadi alat alternative ketika lembaga legislative dan ekskutif tidak mendengarkan suara atau aspirasi rakyat, dengan dilakukannya gerakan sosial setidaknya akan memberikan peluang untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah yang mengutamakan kepentingan rakyat. 

Bagi gerakan sosial, demokrasi langsung (direct democracy) memang lebih dekat dengan kepentingan rakyat karena dapat menyampaikan suara atau aspirasi nya secara langsung kepada wakil rakyat atau pimpinan pemerintah, berbeda halnya dengan demokrasi perwakilan dimana suara atau aspirasi rakyat diwakilkan oleh sebuah badan perwakilan. 

Di Indonesia sendiri demokrasi perwakilan bagaikan selimut dari suara rakyat, dimana terdapat DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang menampung semua suara dan aspirasi rakyat untuk menjadi pertimbangan saat ingin menerapkan kebijakan. Indonesia memilih demokrasi perwakilan sebagai salah satu sistem pemerintahan karena memperhitungkan letak geografis dan jumlah penduduk yang begitu kompleks. Dalam demokrasi ini, rakyat memilih anggota DPR yang akan mewakili suaranya melalui kegiatan pemilihan umum.

Demokrasi perwakilan memang memiliki kelemahan tersendiri yaitu terdapat kekuatan oligarki, dimana dalam suatu sistem pemerintahan terdapat kekuasaan politik yang hanya dikendalikan oleh segelintir orang atau sekelompok elite. Dalam penerapan demokrasi perwakilan di Indonesia tidak terlepas dari kekuatan oligarki yang diwujudkan melalui partai politik. Perbedaan visi dan misi antar partai dalam sistem pemerintahan Indonesia tentunya akan menjadi polemik tersendiri. Perbedaan tersebut sangat mungkin memicu terjadinya konflik antar partai dan pemberhentian suatu partai dalam sistem pemerintahan. 

Jika hal ini terjadi, dikhawatirkan kekayaan dan kekuasaan hanya akan menumpuk pada penguasa partai tertentu serta berjalannya roda pemerintahan hanya untuk kepentingan kelompok partai. Maka dari itu, Indonesia sebagai negara modern yang menerapkan demokrasi perwakilan bersifat heterogen, dimana terdapat beberapa lembaga yang mengontrol kinerjanya satu sama lain. Gerakan sosial memiliki peran penting demi melanggengkan berdirinya demokrasi dengan memberikan perluasan hak-hak rakyat untuk menyampaikan aspirasinya kepada dewan perwakilan maupun pimpinan pemerintahan seperti halnya gerakan pemuda ansor. 

Sistem demokrasi memang telah memberikan masyarakat hak untuk melakukan aksi kolektif demi mewujudkan aspirasinya, tetapi terkadang gerakan sosial yang dilakukan malah ingin meruntuhkan sistem demokrasi itu sendiri. Gerakan dakwah HTI (Hisbut Tahrir Indonesia) adalah gerakan yang dilakukan untuk menghancurkan demokrasi yang telah berdiri di Indonesia dan gerakan ini menginginkan Indonesia menjadi negara khilafah. Gerakan HTI menyatakan bahwa sistem demokrasi yang telah berjalan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ideologi HTI memang sangat jelas bertolak belakang dengan ideologi Pancasila, hal inilah yang menyebabkan pemerintah membubarkan gerakan yang dilakukan organisasi tersebut malalui jalur hukum yang berlaku.

Mendobrak Kebijakan Melalui Gerakan Sosial

Gerakan sosial memiliki tujuan utama yaitu terjadinya suatu perubahan yang diimplementasikan secara nyata melalui kebijakan. Perubahan yang diharapkan dapat bersifat structural seperti kebijakan lama ke arah kebijakan baru dan perubahan kultural seperti kode etik dan norma-norma masyarakat. Gerakan sosial mempengaruhi pembuatan kebijakan publik yang diterapkan melalui beberapa fase, yaitu: (1). Adanya isu/diskursus baru (2). Implementasi legislasi atau kebijakan baru (3). Dampak dari legislasi atau kebijakan baru. Dalam kapasitasnya, gerakan sosial memang hanya bisa menghantarkan pengaruh nya pada fase pertama saja yaitu membangun dan menciptakan isu-isu baru. Sedangkan pada fase selanjutnya nasip dari isu baru tersebut ditentukan oleh para pembuat kebijakan, tetapi setidaknya gerakan sosial telah membangun isu-isu baru yang dapat menekan dan mempengaruhi para pembuat kebijakan mengenai isu tersebut. Dalam gerakan sosial penolakan RUU KUHP seperti yang sudah penulis jelaskan pada tulisan sebelumnya, bahwa gerakan ini berhasil memasuki fase pertama saja. Gerakan ini berhasil menekan dan mempengaruhi para pembuat kebijakan terkait pengesahan RUU KUHP. Presiden Jokowi meminta DPR untuk menunda pengesahan RUU KUHP dan meminta pendapat dari substansi-subtansi terkait untuk mengkaji ulang pengesahan RUU KUHP sesuai dengan keinginan masyarakat.

Gerakan sosial yang hasilnya ingin memiliki pengaruh pada fase kedua dan ketiga, maka diperlukan kombinasi yang ideal saat melakukan gerakan sosial. Pada saat bersamaan, harus terdapat tim yang melakukan lobbying untuk menemui para pembuat kebijakan agar mereka benar-benar terpengaruh dengan isu baru yang telah dibangun. Tim lobbying dapat memberikan peluang agar fase kedua dan ketiga dapat terpenuhi yaitu adanya kebijakan baru yang diterapkan sesuai dengan aspirasi gerakan sosial. Sejatinya, gerakan sosial tidak hanya bertujuan untuk membangun dan mengubah opini publik, tetapi juga untuk mendapatkan dukungan seterusnya dari mereka yang bertanggung jawab dalam mengimplementasikan kebijakan publik. Mereka juga diharapkan dapat mengubah nilai-nilai elit politik untuk mengutamakan kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi maupun kelompok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun