Mohon tunggu...
M Ijlal Rafi
M Ijlal Rafi Mohon Tunggu... Lainnya - Sociological Imagination

Jakarta State Islamic University

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kasus Korupsi Pembangunan PLTU RIAU-1

30 Juni 2019   01:29 Diperbarui: 28 Juni 2020   06:09 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambaran Kasus

Pada hari Jumat, 13 Juli 2018 Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT)  Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih di rumah dinas Menteri Sosial nya. Eni divonis 6 Tahun penjara oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Eni merupakan salah satu anggota Fraksi Partai Golkar yang terbukti menerima suap Rp 4,750 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. Suap tersebut dimaksudkan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo [6]. Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir yang saat ini pun menjadi tersangka atas pengembangan kasus Korupsi pembangunan PLTU Riau-1. Hal ini dilakukan Eni agar Kotjo mendapatkan proyek PLTU tersebut.

Kasus korupsi tersebut diawali Kotjo yang meminta bantuan kepada Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar untuk mendapat akses dengan Direktur PLN yaitu Sofyan Basir. Novanto pun akhirnya mempertemukan Kotjo dengan Eni yang menjabat sebagai anggota DPR yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup. Dan ia meminta Eni untuk selalu mengawal Kotjo sampai ia mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Selain itu, Eni juga terbukti menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40.000 dollar Singapura. Uang tersebut diberikan oleh sejumlah direktur dan pengusaha di bidang minyak dan gas. Uang tersebut akan digunakan Eni untuk kegiatan kampanye suaminya yang mengikuti pemilihan Bupati di Temanggung. Perbuatan Eni membuat ia melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara Kotjo telah melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau paasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 61 ayat (1) KUHP.

Konsep atau Definisi Korupsi Dalam Perspektif Sosiologis 

Korupsi adalah penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi. Korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment) [4]. Hal ini sama seperti Kasus korupsi yang telah menjerat Eni, ia telah menghianati jabatan nya sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR, yang mana ia seharusnya bertanggung jawab atas jabatan yang ia emban sebagai wakil rakyat dan menampung aspirasi-aspirasi  rakyat. Eni telah melakukan kecurangan atas proyek pembangunan PLTU Riau-1, ia telah membantu Kotjo agar mendapatkan proyek tersebut dengan mengadakan pertemuan oleh pihak-pihak terkait terutama Direktur PLN yaitu Sofyan Basir dan Eni pun mengharapkan imbalan sebesar 4,750 M. Seharusnya banyak perusahaan-perusahaan lain yang berhak mendapatkan proyek tersebut dengan cara yang jujur dan tidak meminta bantuan oleh pihak-pihak yang terkait. Eni berusaha untuk bermain secara apik agar kenyataan dalam mendapatkan pembangunan proyek tersebut bisa disembunyikan. Korupsi ini termasuk ke dalam jenis korupsi transaktif ( transactive corruption ) yang dikemukakan oleh Alatas, Jenis korupsi yang disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut [4].

Selain itu Sosiologi melihat kasus korupsi ini terjadi karena adanya jaringan sosial. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya [3]. Jaringan yang tebentuk dalam  kasus korupsi ini berawal dari Kotjo yang merupakan teman lama dari Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR dan Kotjo meminta bantuan kepada Setya Novanto agar ia mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Novanto pun memperkenalkan Eni dengan Kotjo dimana Eni menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi DPR yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup. Setelah itu Eni mengadakan pertemuan dengan Direktur PLN yaitu Sofyan Basir, Eni menjadi perantara atau penghubung antara Sofyan dan Kotjo yang dilakukan sampai pembangunan proyek tersebut selesai. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kasus korupsi yang terjadi tidak dilakukan secara individu tetapi terjadi karena adanya suatu jaringan sosial yang memang membantu mereka semua dalam melakukan aksi korupsinya.

Penyebab Terjadinya Kasus Korupsi

Eni melakukan korupsi karena ia didesak oleh kebutuhan membiayai kegiatan kampanye suami nya Khadziq yang mengikuti pemilihan bupati di Temanggung, tidak dipungkiri kegiatan kampanye yang membutuhkan modal sangat banyak membuat seseorang menerima suap dengan menggunakan jabatan nya. Memungkinkan pula saat Khadziq menjabat sebagai bupati, ia menginginkan uang yang dikeluarkan istrinya bisa cepat balik modal dengan cara melakukan tindakan korupsi. Tentunya hal itu sangat tidak diharapkan, masyarakat berharap pejabat sebagai wakil rakyat bisa mengemban amanah sebaik-baiknya. Penyebab terjadinya korupsi lainnya adalah lemahnya hukuman yang diberikan oleh pelaku korupsi, hal itu lah yang menyebabkan tidak adanya efek jera bagi pelaku dan membuat orang-orang yang belum melakukan korupsi berfikir untuk mencoba-coba melakukannya. Eni divonis mendapat hukuman 6 Tahun penjara. Menurut penulis hukuman seperti itu tidak sebanding dengan kerugian yang di timbulkan baik sosial maupun ekonomi. Dan bahkan banyak sekali pelaku korupsi yang hidup di penjara dengan fasilitas yang mewah, hukuman mereka sangat lah berbeda dengan pelaku kejahatan lainnya padahal sangat terlihat kerugian yang di akibatkan oleh korupsi sangat lah berimbas pada rakyat dan Negara.

Seseorang yang memiliki jabatan tinggi dan tidak bisa mengendalikan nafsu nya untuk hidup mewah sangat memungkinkan untuk melakukan tindakan korupsi. Nafsu tersebut membuat ia menggunakan cara apa saja untuk bisa melakukan aksinya, ia rela mengabaikan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat dan mengkhianati kepercayaan rakyat. Nafsu membuat adanya keserakahan yang dimiliki seseorang untuk selalu memenuhi kebutuhan hidupnya yang sangat mewah dan berlebihan itu muncul. Hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh Lasswell dan Rogow bahwa korupsi disebabkan adanya keinginan seseorang untuk memperoleh kenyamanan hidup, kekayaan dan kemudahan dalam segala aspek. Selain itu kesempatan seseorang yang melakukan tindakan korupsi juga didukung oleh lingkungan sosialnya, dimana lingkungan sosial yang banyak terjadi tindakan korupsi membuat seseorang yang belum melakukan nya akan mempengaruhi pikiran untuk mencoba-coba melakukan tindakan korupsi.

Dampak Kasus Korupsi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun